Ditulis Oleh: St Rahma I Universitas Negeri Makassar

SELAMA dan pasca pandemi merebak di Indonesia, jumlah anak putus sekolah karena menikah dini semakin meningkat. Di Desa Manjapai Kec. Bontononmpo Kab. Gowa setidaknya ada 2 orang anak putus sekolah dan memilih dinikahkan dengan pacarnya, sedangkan 2 orang perempuan memilih kawin lari bersama sang kekasih.

Diduga penyebab dari tingginya jumlah anak putus sekolah karena kurang bijaknya anak dalam bersosial media. Karena penerapan pembelajaran daring (dalam jaringan) membuat anak dengan mudah mengakses berbagai hal. Dalam hal ini guru berperan memberi pendidikan moral pada siswa agar tidak terkontaminasi pergaulan bebas dan penyalahgunaan media sosial.

Pembelajaran daring (dalam jaringan) menjadi tantangan tersendiri bagi guru, orang tua siswa dan siswa. Guru harus melek teknologi agar pembelajaran tetap terlaksana dengan baik dengan memanfaatkan berbagai media pendukung pembelajaran daring. Guru harus peka dan mampu meningkatkan semangat dan motivasi siswa untuk belajar meskipun terbatas ruang dan waktu.
Kurangnya pengawasan orang tua dalam pembatasan anak bermedia sosial atau menggunakan gawai membuat anak menjadi lebih bebas dan tidak terkontrol. Selain itu siswa di desa menjadi malas menghadiri kelas daring karena monotonnya gaya mengajar guru, terbatasnya pemanfaatan teknologi dan kurang tepat pada pemilihan media pembelajaran yang cocok dan menarik minat siswa untuk betah menghadiri kelas daring.

Kebanyakan tenaga pendidik di desa melakukan pembelajaran menggunakan media watsapp dengan memotret buku pembelajaran dan meminta siswa mencatat dan dikirim kembali ke grup catatannya. Hal ini membuat siswa kurang semangat dalam belajar dan lebih memilih untuk membuka sosial media. Hal ini jika diabaikan dari pengawasan guru maupun orang tua akan membuat anak kecanduan bersosial media, dari hal inilah perlahan pikiran anak mulai terkontaminasi dengan dunia luar. Anak yang mulai terpengaruh dengan apa yang dilihatnya dinternet akan mulai terbawa ke dunia nyatanya seperti berpacaran sehingga waktu yang harusnya digunakan untuk belajar malah digunakan untuk bertukar pesan dengan sang kekasih.

Anak yang sudah mengenal pacaran dan lepas dari pengawasan orang tua serta kekurang pedulian guru dalam mendidik moral anak akan membuat anak mulai bergaul bebas dan mengabaikan pendidikannya. Hal inilah yang menyebabkan anak pada akhirnya lebih memilih untuk putus sekolah dan memilih menikah dini. Karena pemikiran yang belum matang dan anak yang berada pada fase pencarian jati diri menjadi tidak terkontrol.

Guru memegang peran penting dalam membentuk karakter anak didik, dari itu guru harus mampu mengselaraskan ilmu pengetahuan, ilmu agama dan iptek agar bersinambungan. Guru harus menjadi contoh yang baik bagi anak didiknyaa untuk menghasilkan siswa berwawasan luas dengan karakter dan moral yang baik. Selain itu harus ada kesadaran diri dari siswa untuk menggapai masa depan cerah dengan menjaga masa dininya sebaik mungkin, menjaga diri dari pergaulan bebas dan lebih bijak dalam bersosial media dengan memanfaatkan teknologi informasi untuk mempeluas wawasan dan menjadi media pendukung belajar.

Lingkungan yang tidak sehat serta kurangnya bekal pengetahuan moral dan agama membuat anak usia sekolah menjadi rentan terdampak pergaulan bebas yang mengacu pada pacaran hingga berakhir dengan pernikahan dini atau parahnya memilih kawin lari dengan sang kekasih. Dari itu guru berperan menjadi panutan bagi siswa siswinya serta mendidik moral dan memperdalam paham agama agar terjaga dari pergaulan bebas.
-------------

Seluruh isi konten opini ini, menjadi tanggung jawab sepenuhnya penulis. 
Dapatkan berita terbaru di Katasulsel.com