Artikel Ini Ditulis Oleh : Muhammad Ilham
Direktur Eksekutif Forum Demokrasi Milenial/Mahasiswa Pascasarjana Universitas Indonesia (UI) Jakarta

DIMULAINYA tahapan dan ditetapkannya peraturan KPU Nomor 3 tahun 2022 tentang tahapan dan jadwal Penyelenggaraan Pemilu tahun 2024 mengakhiri diskursus penundaan dan 3 (tiga) periode akhir masa jabatan presiden, PKPU tersebut juga menjadi alarm bagi penyelenggara pemilu untuk menghadapi tahapan krusial yaitu pendaftaran dan verifikasi peserta pemilu yang dimulai Juli 2022 dan berakhir Desember 2022.

Artinya bulan depan tahapan tersebut sudah dimulai dan KPU membutuhkan waktu sekitar 4 bulan untuk menyelesaikan verifikasi baik secara administrasi maupun secara faktual sesuai dengan perintah putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVIII/2020 yang menyebutkan bahwa “partai politik yang telah lolos verifikasi Pemilu 2019 dan lolos/memenuhi ketentuan Parliamentary Threshold pada Pemilu 2019 tetap diverifikasi secara administrasi, tetapi tidak diverifikasi secara faktual adapun partai politik yang tidak lolos/tidak memenuhi ketentuan Parliamentary Threshold, partai politik yang hanya memiliki keterwakilan ditingkat DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota dan partai politik yang tidak memiliki keterwakilan ditingkat DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota, harus dilakukan kembali verifikasi administrasi dan faktual, hal tersebut sama dengan ketentuan yang berlaku terhadap partai politik baru”

Verifikasi administrasi merupakan serangkaian kegiatan verifikasi terhadap kelengkapan dan keabsahan dokumen sebagai pemenuhan persyaratan Partai Politik menjadi Peserta Pemilu. Selain itu, pada verifikasi administrasi ini akan dicek tentang potensi kegandaan kepengurusan maupun keanggotaan. Sedangkan verifikasi faktual adalah kegiatan kunjungan langsung untuk memverifikasi dan mencocokkan kebenaran dokumen persyaratan yang sudah diserahkan oleh parpol calon peserta pemilu kepada KPU RI dengan objek/fakta di lapangan.

Verifikasi Partai Politik sangat penting karena Partai Politik di Indonesia tidak selamanya mempresentasikan keinginan masyarakat dalam upayanya untuk menyampaikan aspirasi dan kepentingannya. Mereka hanya menjadi alat bagi segelitir orang untuk mendapatkan kekuasaan melalui mekanisme pemilihan sebagai sarana legal pergantian kepemimpinan yang menempatkan partai politik sebagai peserta kontestasi perebutan kekuasaan. Berbagai upaya pun sudah dapat dipastikan akan dilakukan oleh partai politik sebagai suatu organisasi atau individu-individu di dalam partai politik itu sendiri untuk mendapatkan dukungan dan suara sebanyak-banyaknya (Kurniawan & Handayani, 2022).

Maka dari itu perlu menjadi perhatian serius bagi penyelenggara pemilu, baik KPU maupun Bawaslu karena tidak dapat dipungkiri bahwa partai politik peserta pemilu yang hanya diverifikasi administrasi bisa jadi memenuhi persyaratan akan tetapi secara faktul tidak terpenuhi. Misalnya verifikasi domisili kantor hanya melampirkan surat keterangan domisili kantor dari Camat atau Lurah. Tidak ada klausul, kantor tetap dipergunakan sampai pemilu berakhir. Sangatlah wajar jika selesai pemilu nanti kantor-kantor partai politik banyak yang tutup dan tidak tahu keberadaannya lagi (Syafriandre et al., 2019).

Sebagai bahan perbandingan verifikasi faktual partai politik masih ditemukan sejumlah kerawanan. Terdapat tiga celah yang berpotensi menimbulkan kerawanan dalam pelaksanaan veriifikasi faktual. Pertama, tidak adanya aturan tentang pelaksanaan veri- fikasi faktual atas kepemilikan kepengurusan 50% dari jumlah kecamatan di Kabupaten/Kota. Kepengurusan partai politik partai politik tingkat kecamatan hanya berdasarkan pembuktian di atas kertas semata. Jadi KPU tidak memeriksa keberadaan secara faktual karena dalam PKPU tidak diatur lebih lanjut. Kedua, tidak adanya kepastian hukum atas keanggotaan partai politik yang ganda. Seseorang anggota partai politik hanya membuktikan pada salah satu partai saja, tanpa memfaktualkan keanggotaan pada partai politik yang lain. Ketiga, dalam verifikasi keanggotaan, partai politik diberi kesempatan menghadirkan anggotanya kepada petugas verifikasi sampai batas akhir masa akhir verifikasi factual (Syafriandre et al., 2019).

Disisi yang lain untuk partai politik baru perlu berhati-hati terhadap nama pengurus parpol yang ganda, manipulasi data sekretariat, keterwakilan perempuan pada struktur organisasi.

Apabila hal tersebut memang terjadi maka tentu bawaslu harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk menghadapi banyaknya gugatan, terlebih jika saat penetapan nanti ada parpol yang tidak lolos sebagai peserta pemilu,

Jadi penting kiranya KPU lebih hati-hati, teliti dan jeli memverifikasi partai politik, baik administrasi maupun faktul, serta Bawaslu harus menjamin bahwa verifikasi yang dilakukan KPU diawasi secara ketat”.

Dapatkan berita terbaru di Katasulsel.com