Katasulsel.com, Makassar– Jaksa di Kejari Takalar sedianya akan menuntut terdakwa. Tapi, urung menyusul terdakwa dan korban sama-sama berdamai dan bersedia menempuh restorative justice (RJ).

Keduanya menganggap kasus penganiayaan antar guru dan siswa di SMAN 6 Kabupaten Takalar yang terjadi pada 24 Februari 2022 lalu, hanyalah kesalahpahaman.

Atas dasar itu, JPU di kejaksaan Takalar terpaksa menghentikan penuntutan terjadap terdakwa, Artiwan Bangsawan, S.Pd. Tindakan itu terlebih dahulu dilakukan permohonan ke Jampidum Kejagung RI dan disetujui.

Kasi Penkum Kejati Sulsel, Soetarmi SH,MH, mempertegas penghentian penuntutan terhadap perkara tersebut.

Adapun alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif pad perkara tersebut, yakni;

Terdakwa baru pertama kali melakukan perbuatan pidana/belum pernah dihukum;

Lalu, ancaman pidana denda atau penjara yang dikenakan kepada terdkawa, tidak lebih dari 5 (lima) tahun;

Alasan lainnya adalah, telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;

Lalu, terdakwa berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;

Juga telah melakukan proses perdamaian yang dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi;

Kemudian, terdakwa dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;

Terakhir, atas dasar pertimbangan sosiologis, dimana masyarakat merespon positif dengan menyelesaikan perkara itu secara damai.

Menurut Soetarmi, insiden itu terjadi pada Kamis, 24 Februari 2022 sekitar pukul 11.00 Wita, silam. kejadiannya di ruang tata usaha di SMAN 6 Kabupaten Takalar

Saat itu, terdakwa didatangi oleh saksi bernama Jumriati, ia salah satu guru BP Kelas XI

Kala itu, ia menyampaikan bahwa anak yang tak lain adalah korban bernama Herza Muhammad Bilal telah membuli teman dan guru dalam sebuah grup Whatsapp.

Tak lama kemudian, terdakwa memanggil rekan-rekan korban yang tergabung dalam grup WA tersebut dan bertanya satu persatu.

Selanjutnya, korban Herza Muhammad datang ke dalam ruang tata usaha.
Setelah itu terdakwa bertanya kepada rekan-rekannya, Syamsuardi, Wahyu, Rifah, dan Agus mengenai hal tersebut dan semuanya menunjuk ke arah korban

Melihat hal itu, terdakwa emosi dan langsung berdiri dan menampar pipi sebelah kiri korban sebanyak kali menggunakan tangan kanan

Karena korban tidak menjawab, terdakwa kembali menampar pipi sebelah kiri korban sebanyak satu kali dengan menggunakan tangan kanan.

Akibat perbuatan terdakwa itu, pihak korban keberatan dan melaporkan peristiwa itu ke pihak berwajib.

Terdakwa kala itu, diancam Pasal 80 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2014 ttg Perubahan Atas UU No. 23 Tahun 2002 ttg Perlindungan Anak, yang selanjutnya UU tersebut mengalami perubahan dan penambahan sesuai UU No. 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (*)

Dapatkan berita terbaru di Katasulsel.com