Ditulis Oleh: Hasnul I Mahasiswa Universitas Negeri Makassar

  1. Ketersediaan Dana Pendidikan Yang Terbatas

Biaya pendidikan menjadi masalah urutan paling utama di Indonesia. Tidak dapat dipungkiri. Meskipun sudah digadang-gadang gratis, tetap saja ada bagian yang membayar. Ironisnya, bagi kalangan yang mengalami ekonomi menengah ke bawah, mereka tentu akan lebih memilih bekerja sekadar memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang semakin tinggi daripada harus meneruskan pendidikannya.
Masyarakat umum di tempat kita sudah terstereotipkan dan terdewakan dengan kata ‘lulusan dari mana?’ ‘lulus peringkat berapa?’ dan apapun itu yang menjadikan pendidikan itu adalah raja.
Tidak dapat dipungkiri, memang lewat pintu pendidikan mampu mengantarkan seseorang ke masa depan yang lebih baik. Bahkan cukup bermodal peringkat terbaik dan dari sekolah terbaik bisa menentukan nasib seseorang. Secara lahir memang pendidikan adalah modal dasar. Tetapi di liihat dari ilmu hakikat atau urgensi atau sejatinya keberhasilan seseorang tidak selalu di tentukan dari tingkat pendidikan.

Stereotip masyarakat yang terlanjur beredar dan terlanjur melekat memang sulit diubah. Nyatannya, banyak orang-orang hebat yang justru putus sekolah. Orang-orang yang awalnya dianggap bodoh tidak berkesempatan sekolah, nyatanya memiliki garis hidup yang berbeda. secara hakikat pula, nilai, lulusan terbaik, dari sekolah terbaik, tidak akan jaminan bisa sukses dan memiliki kehidupan yang baik. Malaikat pun tidak akan menanyakan “berapa peringkatmu?” malaikat juga tidak akan menanyakan “lulus di sekolah bergengsi atau tidak?”

Dari ulasan di atas seolah lembaga pendidikan menjadi tidak penting, hanya karena label dan stigma masyarakat. Padahal menuntut ilmu adalah kewajiban bagi seluruh umat manusia. Masalahnya lagi, banyak orang yang mengartikan menuntut ilmu selalu dalam bentuk pendidikan, padahal ada jalur non pendidikan.

Sebenarnya, pemerintah telah menyusun rencana pendidikan gratis dan program Wajib Belajar 12 Tahun untuk mengatasinya. Namun, permasalahan pendidikan di Indonesia terkait dana ternyata tidak bisa diselesaikan semudah itu. Hal ini disebabkan karena penyebaran alokasi dana program pendidikan yang tidak tersebar secara merata. Belum lagi, menurut HSBC Global Report 2017, Indonesia merupakan salah satu negara dengan biaya pendidikan termahal di dunia.

  1. Bahan Belajar Mengajar Yang Masih Minimum

juga masih menjadi masalah dalam pendidikan di tanah air kita. Guna menunjang kualitas belajar siswa, seharusnya pelajar dapat dengan mudah memperoleh buku pelajaran atau lembar latihan soal yang mereka butuhkan.

Terkadang tidak adanya perpustakaan atau bahan belajar gratis juga dapat menghambat proses pembelajaran murid. Bantuan seharusnya dialokasikan berupa perlengkapan belajar dan bahan ajar diberikan lebih banyak ke wilayah-wilayah yang minim bahan ajar.
Nggak Cuma itu saja, guru pun memerlukan bahan ajar dengan materi yang berkualitas dan tentunya sesuai dengan kurikulum terbaru sekarang.

Kegiatan mengajar menjadi kurang maksimal, jika tenaga pendidik masih kurang bahan ajar dan masih menggunakan Kurikulum yang ketinggalan zaman. Hal itu tentu dapat mempengaruhi proses penyerapan ilmu oleh murid.

  1. Sarana dan Prasarana Masih Kurang Memadai

Masalah pendidikan di Indonesia yang satu inilah yang masih paling banyak dikeluhkan. Baik dikeluhkan oleh wali murid, guru dan muridnya itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri dari segi sarana dan prasarana memang kurang memadai. Ini merupakan masalah yang klasik dan sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia, terutama sekolah-sekolah yang ada di pedesaan, pinggiran dan sekolah yang ada di daerah yang terisolir.

Namun, seburuk-buruknya sarana dan prasaran yang ada di pinggiran kota dan desa, masih ada masalah pendidikan di Indonesia yang lebih parah. Kita tahu bahwa Indonesia Negara kepaulauan yang memiliki banyak sekali pulau. Banyak daerah bagian yang tidak terakses seperti halnya di tempat kita tinggal saat ini.

Banyak generasi penerus yang tinggal di kepualauan, mereka tidak hanya terbatas pada sarana dan prasarana saja, tetapi terbatas dari banyak hal. Misalnya, harus melintasi pulau seberang setiap hari agar bisa masuk sekolah.

Hidup dengan keterbatasan koleksi buku karena tidak terakses dan tidak terjamah. Belum lagi masalah tidak ada jaringan listrik. Sehingga mereka harus menggunakan penerang tradisional. Padahal, sekarang sudah era globalisasi, bahkan dunia teknologi yang serba terhubung dengan dunia luar, tetapi masih ada daerah yang belum terjamah di tanah Air kita.

  1. Jumlah Guru Yang Terampil Masih Terbatas

Salah satu masalah pendidikan di Indonesia yaitu adanya keterbatasan jumlah guru yang terampil. Umumnya, guru-guru terampil dan berkualitas tersebar di kawasan kota atau daerah yang notabenenya mudah di akses. Sedangkan daerah-daerah terpinggir dan terpencil, sulit sekali mendapatkan guru.
Ada banyak faktor hal ini bisa terjadi. Dari sekian banyak alasan, salah satunya masalah minat dari guru itu sendiri. Guru lebih banyak yang memilih tempat mengajar yang mudah diakses dari segi transportasi dan akses untuk menemukan kebutuhannya dengan mudah. Memang masih ada guru yang tergerak hatinya untuk mengajar ke desa terpencil, namun hanya sebagian kecil saja.

Sedangkan daerah terpencil, lagi-lagi tidak dilirik sama sekali. Mungkin ada saja guru yang terpanggil hati untuk bertugas di daerah pelosok yang minim akses, sayangnya hanya 1:10 saja. Jumlahnya pun sangat kecil sekali. Sehingga wajar saja jika terjadi kesenjagan tenaga guru terampil di pelosok dan di kota.
Sehingga terdapat pula kesenjangan kualitas lulusan peserta didik. Tidak heran jika regenerasi yang tinggal di pelosok, nyari tidak terekspose atau muncul ke permukaan. Itu sebabnya, ini menjadi PR bagi pemerintah dalam upaya pemerataan tenaga pendidik terampil di pelosok, agar terjadi pemerataan.

Dapatkan berita terbaru di Katasulsel.com