Nama : Suci Asyifa
Mahasiswi : Univ. Nahdlatul Ulama Indonesia

Akuntabilitas atau pertanggungjawaban didefinisikan sebagai budaya organisasi di mana karyawan atau pekerja tidak hanya bertanggung jawab atas apa yang mereka lakukan tetapi juga bertanggung jawab untuk menghadapi konsekuensi dari kegiatan mereka. Tujuan utama akuntabilitas salah satunya adalah memperiki kinerja perusahaan dalam memberikan pelayanan. Ketika setiap individu dalam perusahaan dapat mempertanggungjawabkan segala aktivitas yang dilakukannya, maka akan lebih mudah untuk melakukan evaluasi secara berkala. Budaya perusahaan ini dapat menciptakan hubungan kerja yang baik, meningkatkan kebahagiaan dalam bekerja, meningkatkan motivasi dan sebagainya.

Dalam menjalankan sebuah pekerjaan, setiap orang dituntun untuk memiliki yang namanya akuntabilitas. Karena bagaimanapun yang dinilai bagus atau tidaknya kinerja karyawan dapat terlihat dari sejauh mana akuntabilitas mereka. Berada di lingkungan kerja dengan kondisi performa rekan kerja yang mulai menurun dan ditambah lagi dengan adanya isu-isu negatif dari rekan sekitar, tentunya akan mempengaruhi kinerja kita sebagai tim dalam menjalankan pekerjaan. Jika kondisi ini makin parah dan tidak segera diselesaikan, lambat lalu para karyawan tidak lagi akan peduli dengan hasil kerja mereka. Karena mereka sudah tak merasa nyaman dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.

Lantas apa yang harus kita lakukan jika hal ini terjadi? Apakah kita hanya cukup dengan mencari alasan dengan menyalahkan nilai-nilai kerja yang justru ujung-ujungnya mengakibatkan demoralisasi?

Selain itu, jika kita tetap beralasan menyalahkan nilai-nilai kerja, dampaknya akan membuat mereka enggan melakukan pekerjaannya, menolak tanggung jawab, dan lebih cenderung gampang bergantung pada orang lain untuk memecahkan masalah. Kondisi-kondisi tersebut itulah yang dinamakan kurangnya akuntabilitas dalam menjalankan pekerjaan. Bagi karyawan yang memiliki idealisme akan memilih hengkang dari tempat kerja tersebut jika mereka bisa.

Namun, jika karyawan tersebut tidak bisa keluar tempat kerjanya, mereka akan memutuskan “baiklah, mungkin saya cocok dengan budaya seperti ini dan menjadi bagian dari rekan-rekan lainnya.” Dari gambaran tersebut, kita tahu bahwa setiap karyawan semestinya bisa menjalankan prinsip akuntabilitas apa pun kondisi lingkungan kerjanya.

Adanya fenomena krisis keprcayaan masyarkat terhadap kinerja dan upaya yang dilakukan oleh pemerintah, gejala ini telah berlangsung lama. Gejala ini mulai terlihat setelah Indonesia di landa krisis ekonomi tahun 1998 yang dikarenakan pengaruh dari perekonomian global. Hamper 10 tahun setelah inonesia memasuki era “reformasi” (pasca kepimpinan Soeharto), negara ini tetap belum mampu meredam ambisi pribadi para pengelolanya. Selain itu, ada juga budaya lamban dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat, karena cukup procedural serta dan ini stemple yang selalu diberikan kepada birokrasi. Krisis ketidakpercayaan masyarkat yang dialami oleh pemerintah ini juga diakibatkan karena fenomena KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme) yang semakin meraksasa di lingkungan birokrasi, dan peristiwa ini tidak berhenti samapai pada rezim orden baru kemarin pada kepemimpinan sampai sekarang ini. Di satu sisi, partai politik tidak memiliki sistem kaderasi yang baik senhingga kandidat yang dicalonkan parpol bukanlah hasil gemblengan yang berdasarkan sistem prestasi. Di sisi lain, pemilihan umum ataupun pemilihan kepala daerah, misalnya sarat dengan politik uang. Karena itu, siapapun yang telah terpilih kelak akan disibukkan untuk “mengembalikan bayaran” kepada pihak-pihak yang telah membantunya ke jabatan tersebut. Dana pengembalian itu paling mungkin diambil dari anggaran yang tersedia.

7 Aspek Penting Membangun Akuntabilitas: transparansi, system dan prosedur yang terupdate secar periodik setahun sekali dan maksimal 2 tahun seklai, partisipatif representative, evaluasi dan reviw. Sangat penting Akuntabilitas dalam Budaya Kerja karena Ketika masing-masing karyawan memiliki prinsip akuntabilitas, kinerja mereka dan kinerja perusahaan juga akan meningkat. Pekerjaan akan lebih terkendali dan pekerjaan yang dibebankan ke setiap karyawan dapat diselesaikan dengan baik dan lebih efisien. Dalam budaya akuntabilitas, kegiatan untuk saling mengevaluasi pelaksanaan tugas mempersyaratkan keterbukaan dan rasa saling-percaya karena hanya dalam iklim kerja yang transparan, terang-benderang dan suasana relasi antarmanusia yang diikat nilai saling-memuliakan inilah anggota suatu komunitas/organisasi dapat mengolah pengalamannya dengan optimal. Dalam iklim kerja yang seperti ini tidak ada orang yang tertarik untuk menimpakan kesalahan kepada orang lain.

Menciptakan budaya akuntabilitas dimulai dengan leadership (Kempimpinan) adalah sebuah bidang riset dan juga suatu keterampilan praktis yang mencakup kemampuan seseorang atau sebuah organisasi untuk “memimpin” atau membimbing orang lain, tim, atau seluruh organisasi. 8 hal yang bisa dilakukan pemimpin dalam rangka menciptakan budaya akuntabilitas, antara lain: contoh sikap akuntabilitas, menentukan hasil dan harapan (sebelum ada kejadian merugikan), berkomitmen penuh, terbuka dalam mendapatkan feedback dan memecahkan masalah tanpa mencari kesalahan, memperkerjakan karyawan yang memiliki akuntabilitas, melatih karyawan agar akuntabel, konsekuensi dan dukungan, dan mempertahankan akuntabilitas. Budaya akuntabilitas akan berubah menjadi positif ketikan pemimpin konsisten menerapkan 8 prinsip tersebut.

Dapatkan berita terbaru di Katasulsel.com