Example 650x100

Hukum pidana adalah panggung besar. Di atasnya, banyak ‘aktor’ bermain. Ada polisi, jaksa, hakim. Ada penyidik, pengacara, bahkan terdakwa. Semua punya peran. Tapi tak semua bisa bertindak sama.

Oleh: Edy Basri.,S.H (Pemred Katasulsel.com)

RANCANGAN Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (R-KUHAP) terbaru mengatur ulang lakon mereka.

Example 300x500

Penyidik dibagi-bagi. Tidak semua bisa menangkap. Tidak semua bisa menahan. Ada aturan baru. Ada batasan yang dibuat.

Di atas kertas, aturan ini rapi. Pasal 6 Ayat (1) menyebut siapa saja yang bisa jadi penyidik. Ada polisi, PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil), dan penyidik tertentu seperti jaksa hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Tapi, soal menangkap dan menahan? Tidak semua dapat wewenang itu.

Saya tertarik dan runtut mengikuti perkembangan revisi KUHAP ini. Saya anggap, ini penting. Masyarakat awam harus tahu.

Pasal 87 bilang, hanya polisi dan penyidik tertentu yang bisa menangkap. PPNS? Tidak bisa. Kecuali ada perintah dari polisi. Ada pengecualian untuk jaksa, KPK, dan TNI Angkatan Laut (AL). Mereka tetap boleh menangkap.

Begitu juga dengan penahanan. Pasal 92 berbicara. Lagi-lagi, hanya polisi, jaksa, KPK, dan TNI AL yang bisa menahan orang. PPNS? Sama. Harus menunggu perintah dari polisi.

Panggung hukum berubah. Ada yang diberi wewenang lebih. Ada yang dibatasi. Ini soal kendali. Soal siapa yang memegang kuasa atas kebebasan seseorang.

Bagi polisi, aturan ini mungkin kabar baik. Mereka tetap jadi aktor utama. Tapi bagi PPNS? Tangan mereka terikat.

Apakah ini demi kepastian hukum? Atau ada skenario lain? Waktu yang akan menjawab. Yang jelas, pentas hukum terus berjalan. Babak baru baru saja dimulai. (*)