
Sidrap, Katasulsel.com – “Jika rakyat bersuara, penguasa seharusnya mendengar.”
Pameo ini tampaknya menjadi nyala ‘api’ dalam aksi demonstrasi mahasiswa di Kabupaten Sidrap, Rabu (26/2).
Sejak pagi buta, arus massa berkumpul di Masjid Raya, Pangkajene, menggelorakan semangat perjuangan dengan atribut serba hitam dan pita merah putih melingkar di lengan.

Dengan langkah tegap, mereka bergerak menuju Polres Sidrap dan Kantor DPRD Sidrap, membawa pesan lantang untuk pemerintah pusat dan daerah.
Aksi yang dipimpin oleh Yoga selaku Jenderal Lapangan (Jenlap), bersama Arsyidsyah dan Fajrul sebagai Koordinator Lapangan (Korlap), mengusung sejumlah tuntutan strategis.
Mereka menilai program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang ditelorkan Presiden Prabowo Subianto, perlu dievaluasi total.
“Program ini seharusnya menyejahterakan rakyat, bukan sekadar formalitas. Kami menuntut transparansi dan efektivitasnya,” teriak salah satu orator di atas mobil pick-up, menggemakan keresahan mahasiswa.
Tak hanya soal MBG, massa juga mendesak Presiden untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) tentang perampasan aset bagi pelaku korupsi.
“Jangan biarkan maling berdasi terus menari di atas penderitaan rakyat. Kami ingin regulasi yang tajam dan tak pandang bulu!” lanjut sang orator, memancing riuh dukungan dari para demonstran.
Tak berhenti di situ, mereka menolak investasi Danantara yang dinilai lebih menguntungkan segelintir elite ketimbang masyarakat Sidrap.
“Kami tak butuh investasi yang menindas rakyat! Sidrap harus berkembang, tapi bukan dengan mengorbankan kesejahteraan warganya,” tegas seorang demonstran sambil mengacungkan spanduk bertuliskan ‘Danantara Bukan Solusi, Tapi Masalah’.
Isu lain yang turut menjadi sorotan adalah keberadaan Tempat Hiburan Malam (THM) yang dianggap meresahkan.
“Kami meminta pemerintah tegas! Jangan ada pembiaran terhadap THM yang menyuburkan penyakit sosial di daerah ini,” ujar Korlap aksi.
Aksi protes juga menyinggung masalah infrastruktur. Massa mendesak DPRD Sidrap segera mencari solusi terkait jembatan putus yang menghubungkan Desa Bulucenrana dan Desa Betao.
“Sudah berapa lama jembatan ini terbengkalai? Jangan sampai janji-janji manis hanya jadi angin lalu!” seru seorang mahasiswa dengan pengeras suara.
Meski berlangsung dengan ketegangan di beberapa titik, aksi ini tetap berjalan damai. Massa tidak membawa atribut kampus atau organisasi, menegaskan independensi perjuangan mereka.
“Kami berdiri di sini sebagai rakyat, bukan sebagai perpanjangan tangan siapa pun. Kami ingin perubahan nyata,” tutup Yoga dalam orasinya sebelum massa membubarkan diri dengan tertib.
Suara mahasiswa Sidrap hari ini adalah gambaran keresahan yang tak bisa lagi disembunyikan.
Pertanyaannya, akankah tuntutan ini didengar dan dijawab dengan kebijakan nyata? Ataukah sekadar menjadi angin lalu di tengah hiruk-pikuk janji yang tak kunjung ditepati? (*)
Tinggalkan Balasan