
Namun, untuk pelaksanaan di lapangan, itu sepenuhnya berada di tangan kementerian terkait.
“Kalau ada yang tidak sesuai di lapangan, silakan tanyakan langsung ke kementerian. Jangan seolah-olah saya yang jadi pelaksana proyeknya,” tegasnya.
Mengenai anggaran, Andi Iwan juga mengklarifikasi bahwa program Desa Wisata awalnya mendapatkan Rp500 juta per paket.

Namun, karena keterbatasan dana dan pemerataan, anggaran akhirnya dikurangi menjadi Rp400 juta per paket.
“Program ini sifatnya stimulan. Artinya, ini hanya pendorong awal agar masyarakat bisa mengembangkan potensi wisata daerahnya.
Seharusnya, warga justru ikut mencari solusi agar proyek ini berjalan baik, bukan hanya sibuk mencari kesalahan,” tambahnya.
Ia juga menyinggung proyek infrastruktur lain yang berhasil di Wajo, seperti perbaikan jalan nasional dari Anabanua hingga Pitumpanua.
“Kalau ada program yang berhasil, apresiasi jarang terdengar. Tapi kalau ada kendala, langsung heboh menyalahkan saya. Ini harus dilihat secara adil,” ujarnya.
Meski program Desa Wisata ini sudah berjalan, di lapangan kenyataannya belum sesuai ekspektasi.
Kolam Wisata Batue yang digadang-gadang jadi daya tarik baru justru sepi manfaat.
Warga mengeluhkan kondisi kolam yang tak terawat. Airnya keruh, fasilitasnya seadanya, tak ada geliat ekonomi seperti yang diharapkan.
“Dulu kami pikir bakal jadi tempat wisata bagus. Tapi kenyataannya? Sepi, terbengkalai,” ujar seorang warga.
Bersambung…
Tinggalkan Balasan