Jakarta, Katasulsel.com – Di balik layar kritik yang menggema, terselip jejak licik yang mengendap. Proyek fiktif senilai Rp5 miliar di tubuh Kementerian Pertanian (Kementan) bikin geger. Bukan karena jumlahnya. Tapi karena pelakunya—diduga bukan pejabat, bukan kontraktor, tapi pengamat.
Ya. Pengamat pertanian. Yang selama ini berdiri di podium akademis, berkoar soal data, statistik, bahkan menyebut diri “penjaga nurani pertanian”. Kini, ia dilirik sebagai aktor di panggung gelap: proyek fiktif, dokumen palsu, anggaran ambyar.
Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, membongkar fakta ini. Dengan nada datar, tapi kalimat tajam, ia bicara. “Sebagian tandatangan palsu. Barang tidak digunakan. Nilainya? Lima miliar. Pelakunya? Orang yang selama ini paling keras mengkritik kami,” kata Amran, Kamis (17/4/2025), di Jakarta Selatan.
Nama tak disebut. Tapi petunjuk berserakan. Sering tampil di publik. Aktif membagikan data. Gemar menyerang pemerintah, khususnya sektor pertanian. Kritiknya—menurut Amran—tak membangun, bahkan menyesatkan.
“Kami analisa. Sebagian besar datanya salah. Tidak konstruktif. Tapi ternyata dia juga ikut main proyek,” lanjutnya.
Istilahnya: the watchdog turns into the wolf. Pengamat yang mestinya menjaga, justru menggigit dari dalam. Alih-alih menjadi mitra strategis, ia berubah jadi aktor dalam drama korupsi.
Hasil investigasi internal Kementan menemukan anomali. Secara metodologis, ada penyimpangan pada seluruh proses: dari perencanaan, distribusi logistik, hingga verifikasi dokumen. Sebagian pengadaan tidak dimanfaatkan. Bahkan dalam beberapa kasus, material evidence tak ditemukan sama sekali. Alias nihil. Fiktif.
Lebih dari sekadar cacat administrasi. Ini sudah masuk kategori fraudulent misrepresentation. Pemalsuan dalam bentuk sistemik. Dengan motif personal. Berbungkus retorika ilmiah.
“Ini bukan kritik intelektual. Ini pengkhianatan terhadap negara. Saya katakan, ini musuh negara,” tegas Amran.
Bahaya laten semacam ini kerap tersembunyi di balik gelar akademik dan akun media sosial. Yang tampak idealis, ternyata oportunis. Yang teriak anti-korupsi, justru ikut membidik dana subsidi.
Sampai berita ini ditulis, belum ada pernyataan resmi dari aparat penegak hukum. Tapi Amran menegaskan: seluruh dokumen, bukti, dan hasil audit telah disiapkan. Untuk diserahkan. Untuk ditindak.
“Jangan dikira kami diam. Kami tahu siapa yang bermain. Dan kami siap buka semuanya,” ujarnya.
Kritik dibungkam? Tidak. Ini bukan soal kritik. Ini soal niat. Antara mengoreksi dan mengkorupsi, hanya dipisah satu huruf: ‘n’. Niat buruk.
Dan kalau pengamat sudah ikut main proyek, lalu siapa lagi yang bisa dipercaya?