Example 200x200

Makassar, katasulsel.com — Seperti embun pagi yang perlahan menguap, kekhawatiran Pemerintah Kabupaten Tana Toraja (Tator) dan Toraja Utara (Torut) akhirnya sirna.

Anggaran untuk retret bupati dan wakil bupati terpilih, yang sempat menjadi perbincangan hangat, kini sepenuhnya ditanggung oleh APBN. Sebuah keputusan yang datang seperti angin sejuk di tengah kegelisahan.

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memastikan, biaya retret kepala daerah tidak lagi menjadi beban pemerintah daerah.

banner 500x600 banner 400x500

Surat edaran terbaru, yang dikeluarkan pada Kamis (13/2/2025), menegaskan bahwa seluruh biaya orientasi kepala daerah akan diambil dari anggaran pusat.

Plh Kepala Pusat Penerangan Kemendagri, Aang Witarsa Rofik, mengonfirmasi hal ini dengan singkat namun tegas: “Iya, gunakan APBN.”

banner 400x500

Sebelumnya, surat edaran yang beredar menyebutkan bahwa kepala daerah harus menyetorkan biaya sebesar Rp 2.750.000 per hari selama delapan hari pelaksanaan retret di Akademi Militer Magelang.

Totalnya mencapai Rp 22 juta per peserta. Angka yang cukup besar, terutama jika harus diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Namun, perubahan keputusan ini membawa kelegaan, seperti hujan pertama setelah musim kemarau panjang.

Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya menegaskan, bagi kepala daerah yang sudah mentransfer dana dari APBD untuk biaya retret, uang tersebut akan dikembalikan.

“Ya, akan dikembalikan,” ujarnya singkat namun penuh kepastian. Ia juga menjelaskan bahwa seluruh anggaran retret kini bersumber dari DIPA Kemendagri, bagian dari APBN.

Keputusan ini lahir dari pertimbangan yang matang. Awalnya, pembiayaan retret direncanakan dengan skema berbagi antara APBN dan APBD, atas usulan pemerintah daerah kepada Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kemendagri.

Namun, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengambil langkah tegas untuk membebaskan pemerintah daerah dari beban ini.

Retret itu sendiri bukan sekadar acara seremonial. Ini adalah ruang belajar, tempat para kepala daerah terpilih – yang tidak semuanya berlatar belakang birokrasi – dibekali pengetahuan dan keterampilan untuk memimpin. Seperti seorang pelaut baru yang diajari membaca bintang di tengah samudra, mereka dipersiapkan untuk menghadapi gelombang tantangan pemerintahan.

“Retret ini adalah tanggung jawab Kemendagri sebagai pembina dan pengawas pemerintahan daerah,” ujar Bima Arya.

Dengan keputusan ini, Kemendagri menunjukkan sikapnya yang tidak hanya mengawasi dari jauh, tetapi juga hadir untuk menopang.

Kelegaan yang dirasakan Tator dan Torut kini mungkin juga dirasakan oleh banyak pemerintah daerah lain.

Beban telah diangkat, dan para pemimpin baru dapat melangkah maju tanpa kerikil di sepatu mereka. Seperti matahari yang kembali bersinar setelah awan mendung berlalu, harapan pun kembali menyala.(*)