Di hadapan Kepala Kejati Sulsel Agus Salim, Wakil Kejati Teuku Rahman, serta jajaran jaksa lainnya, permohonan RJ ini diekspos. Secara virtual, Kepala Kejari Barru Syamsurezky, Kasi Pidum, dan tim jaksa ikut menyaksikan.
Setelah mempertimbangkan semua aspek, Agus Salim mengetukkan palu keadilan—bukan untuk menghukum, tetapi untuk membebaskan.
“Kita sudah melihat testimoni korban, tersangka, dan keluarga. Telah memenuhi ketentuan Perja 15. Korban sudah memaafkan tersangka. Atas nama pimpinan, kami menyetujui permohonan RJ yang diajukan,” tegasnya.
Begitu keputusan keluar, Wakajati Sulsel langsung menginstruksikan Kejari Barru untuk segera menyelesaikan administrasi, mengembalikan barang bukti kepada korban, dan membebaskan Haris.
“Saya berharap penyelesaian perkara ini berjalan tanpa transaksi apa pun. Kepercayaan publik harus dijaga,” pesan Agus Salim, mengingatkan seluruh jajarannya.
Barru hari ini bukan sekadar saksi dari proses hukum yang berjalan, tapi juga bagaimana keadilan bisa tampil dengan wajah yang lebih lembut. Restoratif Justice bukan hanya soal menyelesaikan perkara di luar pengadilan, tapi juga tentang memberi ruang bagi mereka yang tersandung untuk bangkit lagi.
Di tengah kebijakan hukum yang sering terasa kaku, keputusan ini adalah oase bagi banyak orang yang masih percaya bahwa hukum tidak sekadar hitam dan putih.
Haris kini mendapat kesempatan kedua. Bukan hanya untuk dirinya, tetapi juga untuk kedua anaknya, yang mungkin malam ini bisa tidur lebih nyenyak karena tahu ayah mereka akan segera pulang.(*)
Tinggalkan Balasan