
Detail bordir menggantikan kancing. Wastra di tangannya adalah puisi yang dijahit rapi, setiap helai bercerita tentang anggun dan kuatnya perempuan Indonesia. Ia tak hanya membuat kebaya, tapi juga pernyataan.
Obin bercerita, wastra harus bisa bergerak, menyapa setiap generasi, tanpa kehilangan jiwa. Kebayanya tampil dalam warna-warna segar seperti fuchsia, kuning, dan hijau, membuat kutubaru tetap eksis di panggung mode. Ia menunjukkan, berkebaya dan berkain bisa tetap menyenangkan.
Dialektika Tiga Penggagas


Sehari sebelumnya, JFW mengusung konsep dialektika. Cita Tenun Indonesia menggandeng tiga desainer: Oscar Lawalata Culture, fbudi, dan Era Soekamto. Mereka menghadirkan interpretasi tenun dalam tiga tahap: tesis, antitesis, sintesis.
Oscar Lawalata membuka dialektika pertama, mengolah tenun songket Halaban dari Sumatera Barat menjadi busana siap pakai. Di sini, songket berwarna pastel mendominasi, memberi kelembutan pada kain yang biasanya kaya warna.

Tinggalkan Balasan