Example 200x200

Dita tersenyum kecut. Argumen seperti ini sudah sering ia dengar, seperti bisikan rayuan manis yang berujung jerat. Namun, ia sudah bertekad.

“Maaf, Pak. Tapi kode etik jelas melarang ASN berpihak dalam Pilkada. Saya lebih memilih untuk fokus menjalankan tugas saya saja.”

Pak Kepala menghela napas panjang. “Baiklah. Tapi ingat, kalau kamu tidak mau membantu, jangan harap saya mempermudah urusanmu ke depan.”

banner 500x600 banner 400x500

Ancaman halus itu seperti badai kecil di hati Dita. Tapi ia menolak goyah. Ia keluar dari ruangan itu dengan perasaan campur aduk, antara lega dan waswas.

Di ruang istirahat, beberapa rekan kerjanya sedang membahas hal serupa.

banner 400x500

“Ya ampun, mereka pikir kita ini pion catur, ya?” keluh Sari (Nama juga hanya samaran), rekan Dita yang sudah bekerja sepuluh tahun di dinas itu.

“Kita ini ASN, tapi kalau tidak menuruti kemauan atasan, dianggap tidak loyal,” tambah Bima sambil menyeruput kopi hitamnya.

Dita hanya mendengarkan. Suasana menjelang Pilkada memang selalu penuh tekanan bagi mereka yang berada di lingkungan pemerintahan. Tapi ia tidak bisa diam. Ia memutuskan untuk bersuara.

“Kita ini digaji dari uang rakyat, bukan dari kandidat mana pun. Kalau kita melanggar netralitas, kita mengkhianati rakyat. Jangan mau dijerumuskan,” katanya, mencoba menguatkan hati teman-temannya, juga dirinya sendiri.

Sari mengangguk. “Kamu benar, Dita. Tapi bagaimana kalau kita benar-benar ditekan? Apa kita harus rela karier kita hancur?”

Dita terdiam sejenak. “Kita harus percaya pada aturan. Kalau pun kita terdesak, laporkan. Ada saluran khusus untuk melaporkan pelanggaran seperti ini. Yang penting, kita tahu bahwa kita berdiri di sisi yang benar.”