
Ditulis Oleh: Iwan Bento Wijaya
Katasulsel.com – Dalam beberapa tahun terakhir, isu ketahanan energi menjadi salah satu topik yang terus mengemuka di Indonesia.
Dengan kebutuhan energi yang terus meningkat seiring pertumbuhan populasi dan aktivitas ekonomi, pemerintah dihadapkan pada tantangan besar untuk memastikan ketersediaan energi yang cukup, terjangkau, dan berkelanjutan bagi masyarakat.


Salah satu solusi strategis yang dapat diambil adalah mempercepat diversifikasi energi, terutama dengan memanfaatkan potensi sumber daya domestik seperti batubara untuk produksi Dimethyl Ether (DME), pengembangan jaringan gas (jargas), serta kompor listrik berbasis energi terbarukan.
Kebijakan pengendalian subsidi LPG 3 kg yang diterapkan pada awal Februari 2025 menjadi salah satu contoh nyata tantangan dalam distribusi energi di Indonesia.

Kebijakan ini, meskipun bertujuan baik untuk mengendalikan jalur distribusi dan mengurangi beban subsidi, justru memunculkan persoalan baru di masyarakat.
Banyak warga, terutama pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), mengeluhkan sulitnya mengakses LPG 3 kg karena distribusi yang hanya diperbolehkan melalui pangkalan resmi.
Masalah ini menunjukkan pentingnya kebijakan energi yang tidak hanya terfokus pada penghematan anggaran negara tetapi juga mempertimbangkan kebutuhan masyarakat secara luas.
Presiden Prabowo Subianto telah merespons cepat dengan menunda kebijakan tersebut dan memberikan arahan untuk memperbaiki sistem distribusi LPG.
Langkah ini menjadi bukti nyata keberpihakan pemerintah terhadap rakyat sekaligus momentum untuk mempercepat diversifikasi energi sebagai solusi jangka panjang.
Indonesia memiliki potensi besar dalam sektor energi, terutama dari batubara.
Sebagai salah satu penghasil batubara terbesar di dunia, Indonesia dapat memanfaatkan sumber daya ini untuk memproduksi DME sebagai alternatif LPG.
Program hilirisasi batubara menjadi DME tidak hanya akan mengurangi ketergantungan pada impor LPG—yang terus meningkat setiap tahun—tetapi juga memberikan nilai tambah ekonomi bagi negara.
Data menunjukkan bahwa impor LPG Indonesia mencapai 6,934,7 ribu ton pada tahun 2023, sementara produksi dalam negeri hanya mampu memenuhi sebagian kecil dari kebutuhan nasional sebesar 8,05 juta ton.
Dengan percepatan produksi DME, Indonesia dapat memenuhi hingga 5,23 juta ton kebutuhan LPG dari produksi dalam negeri.
Selain itu, peningkatan produksi batubara yang melampaui target tahunan juga menunjukkan kesiapan sektor ini untuk mendukung program hilirisasi.
Pada tahun 2024, produksi batubara mencapai 836 juta ton, jauh melampaui target 710 juta ton.
Dengan cadangan domestik yang cukup besar, percepatan program DME menjadi langkah strategis untuk menciptakan ketahanan energi nasional.
Diversifikasi energi bukan hanya soal memenuhi kebutuhan energi saat ini tetapi juga menciptakan kemandirian energi jangka panjang.
Pengembangan jaringan gas (jargas) dan penggunaan kompor listrik berbasis energi terbarukan adalah langkah-langkah yang dapat mempercepat transisi menuju energi yang lebih bersih dan ramah lingkungan.
Selain itu, program-program ini juga sejalan dengan komitmen pemerintah untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) sesuai dengan target nasional.
Namun demikian, keberhasilan diversifikasi energi sangat bergantung pada kolaborasi yang masif antara pemerintah, BUMN, swasta, dan masyarakat.
Pemerintah perlu memastikan regulasi yang mendukung percepatan produksi DME dan pengembangan infrastruktur energi lainnya.
Di sisi lain, sosialisasi kepada masyarakat dan pelaku usaha juga harus dilakukan secara intensif agar mereka dapat beradaptasi dengan perubahan kebijakan energi.
Meskipun memiliki potensi besar, percepatan diversifikasi energi juga menghadapi sejumlah tantangan.
Salah satunya adalah menjaga keseimbangan antara kebutuhan domestik dan ekspor batubara.
Pemerintah perlu menetapkan porsi yang jelas untuk produksi DME agar tidak mengganggu kebutuhan pasar domestik lainnya.
Selain itu, isu keberlanjutan lingkungan juga harus menjadi perhatian utama dalam setiap kebijakan hilirisasi batubara.
Ketua Dewan Pembina Pimpinan Pusat Kesatria Muda Respublika (PP KMR), Iwan Bento Wijaya, menegaskan pentingnya kolaborasi ide, gagasan, inovasi, dan tindakan dari seluruh pemangku kepentingan untuk memastikan bahwa diversifikasi energi memberikan dampak positif bagi masyarakat sekaligus mendukung penurunan emisi GRK.
Dengan potensi besar yang dimiliki Indonesia, percepatan diversifikasi energi bukanlah pilihan melainkan keharusan untuk mewujudkan ketahanan energi nasional.
Diversifikasi energi adalah solusi strategis untuk menjawab tantangan kebutuhan dan keterjangkauan energi di masyarakat.
Dengan memanfaatkan potensi sumber daya domestik seperti batubara untuk produksi DME, pengembangan jaringan gas, serta transisi menuju energi terbarukan, Indonesia dapat menciptakan kemandirian energi sekaligus mendukung keberlanjutan lingkungan.
Pemerintah perlu bergerak cepat dan tepat dalam merealisasikan program-program ini agar manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.
Ketahanan energi bukan hanya tentang ketersediaan tetapi juga tentang keadilan akses bagi semua rakyat Indonesia. (*)
Tinggalkan Balasan