Example 200x200

Jakarta, katasulsel.com – Suasana Jalan Pintu Senayan mendadak berubah, Senin (20/1/2025). Sehelai spanduk hitam membentang, memecah kebisingan kota.

Kalimatnya mencolok: “Pak Presiden, Selamatkan Kami dari Menteri Pemarah, Suka Main Tampar dan Main Pecat.”

Bukan sekadar kain hitam, tetapi jeritan hati puluhan pegawai Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek).

banner 500x600 banner 400x500

Mereka menuding Menteri Dikti Saintek, Satryo Soemantri Brodjonegoro, bertindak seperti raja.

Arogansi dan ketidakadilan menjadi bumbu pahit dalam kehidupan sehari-hari mereka.

banner 400x500

Kisah ini berawal dari pemecatan tidak adil yang dialami Neni Herlina, pegawai yang terperosok dalam ketidakpastian.

“Institusi negara, bukan perusahaan pribadi Satryo dan Istri,” begitu tegas salah satu spanduk lain, menggambarkan amarah yang membara.

Dalam sekejap, media sosial bergemuruh. Unggahan Iman Zanatul Haeri di X mengundang beragam komentar.

Salah satunya menyoroti aksi damai yang dipicu oleh dugaan kekerasan: Menteri Satryo menampar sopir pribadinya dan melakukan mutasi pegawai tanpa alasan yang jelas.

“Dari WhatsApp Grup: AKSI DAMAI SENIN HITAM,” tulis akun @yearrypanji, mengajak rekan-rekannya untuk bersatu. “Pemecatan tidak adil yang dialami oleh Sdri. Neni Herlina, juga bisa terjadi kepada kita. Hanya tersisa pilihan: ‘LAWAN ATAU MENUNGGU GILIRAN!’”

Aksi ini bukan hanya tentang satu pemecatan. Ini adalah gerakan kolektif, suara rakyat yang menggema.

Para pegawai menuntut hak, menantang ketidakadilan, dan menegaskan keberadaan mereka di tengah tatanan yang terkadang tampak merugikan.

Di balik setiap spanduk, ada cerita, ada harapan. Apakah suara mereka akan didengar?

Di sinilah kisah perjuangan dimulai, sebuah babak baru dalam dinamika kementerian yang kini penuh gejolak. (*)