Example 650x100

Makassar, katasulsel.com — Sulawesi Selatan baru saja mengguncang peta ekonomi dengan keputusan resmi menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,5 persen untuk tahun 2025.

Dari angka tahun sebelumnya, kini UMP menyentuh angka Rp 3.657.527,37. Seperti riak ombak yang membawa perahu ke samudera luas, keputusan ini tentu berdampak langsung pada Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) di berbagai daerah, termasuk Pangkep, Parepare, Gowa, Palopo, dan Wajo.

Namun, apakah kenaikan ini cukup untuk melabuhkan kapal pekerja ke dermaga kesejahteraan? Ataukah justru sekadar angin sepoi-sepoi yang tak cukup kuat untuk mengembangkan layar?

Example 300x500

Pangkep, si raksasa maritim yang kaya akan hasil laut dan industri semen, kini berhadapan dengan dilema klasik. Para pekerja tambak dan pabrik mungkin bisa sedikit bernapas lega dengan kenaikan UMK, tetapi apakah angka Rp3.434.298 cukup untuk melawan harga kebutuhan yang terus menanjak? Buruh berharap lebih, pengusaha berpikir ulang. Sebuah tarik-menarik tanpa ujung.

Sebagai kota transit dan pusat perdagangan, Parepare tak mau sekadar jadi persinggahan. Kenaikan upah bisa menjadi daya tarik tenaga kerja, tetapi juga tantangan bagi pelaku usaha kecil yang harus menyesuaikan diri. Dengan UMK yang kini sejajar dengan beberapa daerah lain di Sulsel, Parepare perlu menata strategi agar tetap menjadi magnet ekonomi tanpa memberatkan dunia usaha

Sebagai daerah penyangga Makassar, Gowa selalu berusaha menyeimbangkan modernitas dan kehidupan agrarisnya. Para petani dan buruh industri berharap kenaikan upah ini bukan sekadar angka di atas kertas, melainkan peningkatan nyata dalam daya beli mereka. Apalagi, harga sembako dan kebutuhan pokok di Gowa cenderung mengikuti irama harga di Makassar, yang tentu tidak murah.

Palopo, kota yang dikenal sebagai gerbang menuju Tana Toraja, terus berkembang. UMK yang naik memang menjadi angin segar bagi pekerja sektor jasa dan perdagangan. Namun, apakah ini cukup untuk menahan laju urbanisasi dan persaingan dengan Makassar? Masyarakat Palopo berharap bahwa kenaikan ini bukan sekadar formalitas tahunan, tetapi langkah nyata menuju kesejahteraan.

Sebagai sentra produksi sutera dan lumbung padi, Wajo tetap menjadi daerah yang penuh harapan. Namun, kenaikan UMK ini belum tentu berarti sejahtera bagi para petani dan pengrajin yang masih berjuang melawan harga bahan baku yang tak menentu. Apakah kesejahteraan mereka ikut naik atau justru stagnan? Itu masih menjadi misteri yang akan terjawab seiring berjalannya waktu.

Sulawesi Selatan memang sudah membuat gebrakan dengan keputusan ini. Namun, kenaikan upah selalu menjadi pedang bermata dua: di satu sisi membantu pekerja, di sisi lain menuntut dunia usaha untuk beradaptasi. Apakah Pangkep, Parepare, Gowa, Palopo, dan Wajo bisa benar-benar merasakan dampaknya? Atau kenaikan ini hanya sekadar angka yang terdengar manis di telinga, tetapi pahit di realita?

Waktu yang akan menjawab. Namun satu hal yang pasti, roda ekonomi Sulawesi Selatan akan terus berputar, entah menuju kesejahteraan atau sekadar bertahan dalam gelombang perubahan.(*)