Katasulsel.com, Sidrap — Tidak banyak yang tahu tentang sejarah Karebosi yang ada di Kota Makassar.

Tapi tidak bagi warga penduduk asli di Dusun Karebosi, Desa Betao Riawa, Kecamatan Pitu Riawa, Kabupaten Sidrap.

Masyarakat di dusun terpencil itu, rata-rata sangat memahami bagaimana akhirnya terdapat sebuah nama yakni Karebosi di Kota Makassar yang kini menjadi sangat populer itu.

Oleh masyarakat dusun setempat nama Karebosi di Kota Makassar tersebut merupakan pitarah atau cikal bakal dari kampung kelahirannya, yakni di Dusun Karebosi.

“Nama Karebosi itu berasal dari sini (Dusun Karebosi). Makanya di Makassar itu, dinamakan Karebosi,” tutur pemuda Dusun Karebosi, Uto (30), Sabtu, 2 Juli 2022.

Meski tak memahami secara detil, akan tetapi Uto dan masyarakat lokal setempat paham betul bahwa nama Karebosi itu berasal dari kampung tersebut.

“Orang bugis bilang, nenek moyang Karebosi di Makassar itu asalnya dari sini Dusun Karebosi. Dahulu, tanah dari sini diambil lalu dibawa ke Makassar makanya dinamakan Karebosi,” tutur Uto.

Istri Uto, Ny Uni pun berkata demikian. Menurutnya, tugu korban 40 ribu jiwa yang masih ada di Dusun Karebosi, Desa Betao Riawa, Kecamatan Pitu Riawa, Kabupaten Sidrap menjadi salah satu bukti sejarah.

“Salah satu bukti sejarah yakni Tugu korban 40 ribu jiwa masih ada di kampung kami. Inilah sejarah mengapa sampai ada nama Karebosi di Makassar,” kata Ny Uni.

Sayangnya, sambung Uni, tugu sejarah yang ada di Dusun Karebosi, Desa Betao Riawa, Kecamatan Pitu Riawa, Kabupaten Sidrap ini, terkesan sudah tidak mendapat perhatian lagi dari pemerintah.

“Mestinya pemerintah provinsi memberikan perhatian lebih ke dusun kami, terutama tugu korban 40 ribu jiwa itu,” kata Ny Uni.

Dulu, kata ibu satu anak ini, masyarakat dan pemerintah daerah selalu melakukan acara khusus di sekitaran tugu untuk mengenang peristiwa kelam yang terjadi 1946 silam tersebut.

Adapun di Dusun Karebosi, Sidrap, tepatnya di tugu tersebut, menjadi salah satu titik pembantaian rakyat sipil di Sulawesi Selatan (Sulsel) yang dilakukan oleh pasukan Belanda Depot Speciale Troepen (DST) pimpinan Raymond Pierre Paul Westerling.

Diceritakannya, Westerling adlah seorang perwira Belanda berdarah Turki. Peristiwa ini terjadi dari 11 Desember 1946 hingga Februari 1947.**

Dapatkan berita terbaru di Katasulsel.com