banner 600x50

Dalam era modern ini, listrik bukan hanya sekedar kebutuhan sekunder, melainkan telah menjadi bagian vital dalam kehidupan sehari-hari. Dari memasak makanan, mengerjakan pekerjaan, hingga menikmati hiburan, semuanya membutuhkan listrik. Sayangnya, di Kabupaten Sidrap, pemadaman listrik bergilir telah menjadi bagian dari rutinitas warga.

Oleh: Edy Basri

PAGI ini, seperti biasa, saya bangun dan menyalakan lampu. Tapi, apa yang terjadi? Lampu mati. Saya mencoba menyalakan kompor listrik untuk memasak sarapan, tapi apa daya, listrik pun mati. Ironisnya, ini bukanlah kejadian pertama, kedua, atau ketiga. Ini adalah kejadian yang terus berulang, seperti sebuah lagu yang diputar berulang kali sampai kita hafal liriknya.

Pemadaman listrik bergilir ini tidak hanya mengganggu, tapi juga merugikan. Bagaimana mungkin anak-anak bisa belajar di rumah jika lampu sering mati? Bagaimana mungkin pekerjaan bisa diselesaikan jika komputer tidak bisa dinyalakan? Bagaimana mungkin kita bisa menikmati waktu luang jika televisi dan internet mati?

PLN, sebagai penyedia layanan listrik, tentu memiliki alasan dan pertimbangan mereka sendiri. Mungkin ada perbaikan jaringan, atau ada kekurangan pasokan listrik. Namun, sebagai konsumen, kami berhak mendapatkan layanan yang baik dan konsisten. Kami berhak mendapatkan informasi yang jelas dan tepat waktu tentang jadwal pemadaman listrik.

ADVERTORIAL

Advertorial: UNIPOL

Mungkin, PLN lupa bahwa listrik bukan hanya soal lampu yang menyala atau mati. Listrik adalah tentang kenyamanan, produktivitas, dan bahkan kebahagiaan. Mati lampu berarti mati rasa. Mati rasa terhadap kenyamanan, produktivitas, dan kebahagiaan.

Memang, pemadaman listrik di Kabupaten Sidrap bukanlah masalah yang baru. Ini sudah berlangsung cukup lama, dan warganya telah merasakan dampaknya yang signifikan. Namun, seiring berjalannya waktu, bukankah kita seharusnya melihat perbaikan, bukan stagnasi atau bahkan kemunduran?

Banyak dari kita mungkin berpikir, “Ah, ini hanya masalah sehari-hari, kita bisa bertahan.” Tetapi, apakah kita seharusnya hanya bertahan? Apakah kita tidak seharusnya berharap dan berjuang untuk lebih baik?

Kami, sebagai konsumen PLN, membayar tagihan listrik setiap bulan dengan harapan mendapatkan layanan yang sepadan. Namun, apa yang kami dapatkan? Pemadaman listrik yang tak terduga dan sering kali tanpa pemberitahuan. Ini bukanlah layanan yang sepadan, ini adalah pengabaian hak kami sebagai konsumen.

Saya bukan ahli listrik, dan saya tidak tahu apa yang menyebabkan pemadaman listrik ini terjadi. Yang saya tahu adalah bahwa, sebagai konsumen, saya merasa kecewa. Saya merasa bahwa hak saya untuk mendapatkan layanan yang baik dan konsisten telah diabaikan.

Saya tidak menulis ini untuk menyerang PLN. Saya menulis ini sebagai bentuk ekspresi kekecewaan saya, dan mungkin juga kekecewaan banyak orang di Kabupaten Sidrap. Saya menulis ini dengan harapan bahwa PLN akan mendengar suara kami dan melakukan perbaikan.

Kami tidak meminta banyak, kami hanya meminta listrik yang stabil. Kami hanya meminta agar hak kami sebagai konsumen dihargai. Kami hanya meminta agar tidak lagi hidup dalam gelap.

Tidak hanya warga biasa yang merasakan dampaknya, para pemimpin komunitas dan bisnis di Sidrap juga mengalami hal yang sama. Ketua Kadin Sidrap, AM Yusuf Ruby, adalah salah satu dari mereka. Dia telah berteriak keras, menuntut perbaikan dan menyoroti kerugian yang ditimbulkan oleh pemadaman listrik ini.

Pemadaman listrik yang sering terjadi bukan hanya merugikan individu, tetapi juga merugikan bisnis. Bagaimana mungkin bisnis bisa beroperasi secara efisien jika listrik sering mati? Bagaimana mungkin industri bisa berkembang jika infrastruktur dasarnya tidak stabil?

AM Yusuf Ruby dan banyak pemimpin bisnis lainnya telah berbicara. Mereka telah menuntut perbaikan. Mereka telah menunjukkan bahwa pemadaman listrik ini bukan hanya masalah kecil, tetapi masalah besar yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan Sidrap.

Namun, teriakan mereka tampaknya jatuh pada telinga yang tuli. PLN, tampaknya, masih belum mendengar. Mereka masih belum mengambil tindakan yang signifikan untuk memperbaiki situasi ini.

Ini bukan hanya tentang listrik lagi. Ini tentang hak kami sebagai konsumen. Ini tentang hak kami untuk mendapatkan layanan yang baik dan konsisten. Ini tentang hak kami untuk hidup dalam kenyamanan dan kestabilan.

Jadi, PLN, apakah Anda masih belum mendengar? Apakah Anda masih belum melihat kerugian yang telah Anda sebabkan? Apakah Anda masih belum siap untuk menyala dan memberikan layanan yang lebih baik?

Kami, di Kabupaten Sidrap, sudah lama menunggu. Kami sudah lama berteriak. Dan kami akan terus berteriak, sampai suara kami didengar dan hak kami dihargai. Kami akan terus berteriak, sampai kami tidak lagi hidup dalam gelap.(*)