Makassar, Katasulsel.com – Kontroversi merebak di Kabupaten Soppeng setelah pembagian sembako bertanda logo salah satu pasangan calon (paslon) menjelang berlangsungnya Pilkada di daerah itu.
Meskipun proses pencalonan belum memasuki tahap penetapan calon secara resmi, namun tetap saja peristiwa ini telah memicu perdebatan tentang kemungkinan praktik politik uang (money politics).
Bagaimana dampaknya terhadap proses demokrasi, dan apa langkah konkret yang perlu diambil untuk mengatasi isu ini?
Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Prof. Dr. Firdaus Muhammad, mengatakan, hal-hal yang sedianya dapat mencederai Pilkada, sebaiknya tidak dilakukan.
“Ini penting untuk semua kontestan. Jangan melakukan tindakan untuk mempengaruhi pemilih dengan cara yang melanggar prinsip-prinsip demokrasi yang sehat,” ujarnya, Rabu, 4 September 2024.
Prof. Firdaus juga mengungkapkan bahwa potensi politik uang di Pilkada di Sulawesi Selatan (Sulsel), termasuk Soppeng, cukup besar. Dan, itu rentang bagi semua paslon yang akan bertarung.
“Ada beberapa faktor yang mendorong potensi ini, seperti lemahnya pendidikan politik di kalangan masyarakat, serta minimnya pemahaman tentang bahaya politik uang. Selain itu, masyarakat sering kali masih mudah tergiur oleh iming-iming bantuan,” katanya.
Menurutnya, jika pelaku politik tidak terlibat dalam praktik semacam ini, masyarakat kemungkinan besar akan tetap datang ke tempat pemungutan suara tanpa terpengaruh oleh uang.
Untuk mencegah dan meminimalisir praktik politik uang, Prof. Firdaus menekankan pentingnya langkah-langkah konkret dari pihak penyelenggara dan stakeholder lainnya.
“Pendidikan politik yang masif dan berkelanjutan adalah kunci. Penyuluhan harus dilakukan sesuai tahapan dengan memanfaatkan berbagai media, terutama media sosial, yang lebih mudah menjangkau masyarakat luas. Konten edukasi harus disajikan dalam format yang mudah dipahami agar masyarakat semakin sadar akan bahaya politik uang,” saran Prof. Firdaus.
Dalam wawancara, Prof. Firdaus juga menilai efektivitas pengawasan dan penegakan hukum terkait politik uang di Soppeng, masih memerlukan perbaikan.
“Pengawasan sering kali terhambat oleh berbagai kendala, seperti kurangnya sumber daya dan koordinasi antar lembaga. Oleh karena itu, perlu ada peningkatan kapasitas dan sinergi antara Bawaslu, Kepolisian, dan lembaga terkait lainnya,” jelasnya.
Tentang kesadaran masyarakat secara umum terhadap bahaya politik uang, Prof. Firdaus merasa ada peningkatan, namun belum merata.
“Kesadaran masyarakat masih bervariasi. Peran aktif masyarakat sangat penting dalam mencegah praktik politik uang. Mereka harus memahami bahwa memilih adalah hak yang harus digunakan secara bijak dan tidak terpengaruh oleh iming-iming materi,” katanya.
Terakhir, Prof. Firdaus menggarisbawahi dampak jangka panjang dari politik uang.
“Politik uang dapat merusak kualitas demokrasi karena suara pemilih menjadi tidak rasional dan hanya berdasarkan materi. Ini berpotensi menghasilkan pemimpin yang tidak kompeten dan meningkatkan risiko korupsi. Untuk itu, penting bagi seluruh pihak untuk bekerja sama dalam menjaga integritas pemilihan dan tata kelola pemerintahan,” pungkasnya.
Dengan wawasan dari Prof. Firdaus, diharapkan masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan, bukan hanya di Soppeng, melainkan semua daerah yang akan ber-pilkada 2024, agar semakin waspada dan mengambil langkah-langkah proaktif untuk memastikan Pilkada berlangsung dengan adil dan bersih dari praktik politik uang. (*)
Tinggalkan Balasan