Kontributor: Anita Andayani & Suati
Enrekang, katasulsel.com — Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Malua, bekerjasama dengan Dharma Wanita Persatuan Kemenag Kabupaten Enrekang dan Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Kecamatan Malua, mengadakan penyuluhan penting pada Kamis, 3 Oktober 2024. Penyuluhan ini menyasar remaja, khususnya pelajar, dengan fokus utama pada bahaya pernikahan anak dan dampak buruknya. Selain itu, kegiatan literasi Al-Qur’an turut digelar di SMPN 6 Anggeraja sebagai bagian dari rangkaian acara ini.
Acara yang dipadati oleh para siswa tersebut bertujuan untuk memberikan pemahaman mendalam terkait risiko dan konsekuensi pernikahan anak, yang masih menjadi salah satu masalah serius di Indonesia. KUA Kecamatan Malua berusaha menyadarkan para remaja tentang pentingnya melindungi hak asasi dan masa depan mereka, serta memberikan edukasi tentang literasi agama yang menjadi bekal penting dalam membangun moralitas generasi muda.
Pernikahan Anak: Pelanggaran Hak Asasi dan Dampak Kesehatan
Anita Andayani, Penyuluh Agama Enrekang sekaligus Sekretaris UPZ Malua, menjadi pembicara utama dalam penyuluhan tersebut. Ia menegaskan bahwa pernikahan anak merupakan pelanggaran hak asasi manusia, yang tidak hanya mencederai hak-hak anak, tetapi juga berpotensi melahirkan berbagai masalah sosial dan kesehatan di masa depan. Anita menjelaskan berbagai aspek negatif dari pernikahan anak, dimulai dari risiko kesehatan mental hingga potensi kekerasan dalam rumah tangga.
“Anak yang menikah di usia dini, terutama pada masa remaja, memiliki risiko hingga 41% lebih tinggi untuk mengalami gangguan kesehatan mental seperti kecemasan, depresi, bahkan trauma psikologis,” jelas Anita di hadapan para peserta.
Menurutnya, ketidaksiapan mental dan emosional anak dalam menghadapi kehidupan pernikahan dapat memicu berbagai masalah kejiwaan yang akan berdampak panjang. “Ini adalah pelanggaran serius yang harus dihentikan. Setiap anak berhak tumbuh dan berkembang secara optimal tanpa beban pernikahan dini,” tegasnya.
Ancaman Kesehatan dan Kekerasan dalam Rumah Tangga
Selain masalah mental, Anita juga menguraikan dampak kesehatan fisik dari pernikahan anak. Remaja yang menikah pada usia terlalu muda berisiko lebih tinggi terkena infeksi menular seksual (IMS) karena kurangnya pemahaman mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas. Hal ini diperparah dengan meningkatnya potensi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), di mana pernikahan anak membuka peluang besar bagi terjadinya kekerasan baik secara fisik maupun emosional.
“Peran mereka sebagai istri atau suami tidak seimbang karena kematangan emosional yang belum tercapai, sehingga sering kali menempatkan mereka dalam posisi rentan terhadap kekerasan,” kata Anita.
Risiko Kematian saat Melahirkan dan Siklus Kemiskinan
Risiko lain yang tidak kalah serius adalah terkait kesehatan reproduksi anak perempuan. Risiko kematian saat melahirkan pada usia muda bisa meningkat hingga lima kali lipat dibandingkan wanita dewasa. Tubuh yang belum siap secara fisik untuk menjalani proses kehamilan dan persalinan sering kali menimbulkan komplikasi fatal, baik bagi ibu maupun bayi.
Dari segi sosial, Anita menjelaskan bahwa pernikahan anak sering kali berujung pada siklus kemiskinan antargenerasi. Anak yang menikah muda cenderung putus sekolah, sehingga terbatas pula akses mereka terhadap pekerjaan yang layak. Hal ini akan mempengaruhi taraf hidup mereka dan generasi berikutnya, yang sulit keluar dari lingkaran kemiskinan.
Eksploitasi Anak dan Perdagangan Orang
Lebih jauh, pernikahan anak juga berpotensi membuka pintu terhadap eksploitasi anak dan tindak pidana perdagangan orang. “Anak-anak yang menikah pada usia dini kerap kali dieksploitasi secara ekonomi maupun seksual oleh pasangannya atau keluarga, dan bahkan menjadi korban perdagangan orang di beberapa kasus,” jelas Anita.
Apresiasi dan Penguatan Nilai-Nilai Agama
Dalam kegiatan literasi Al-Qur’an yang diadakan di SMPN 6 Anggeraja, penanggung jawab kegiatan yang juga merupakan guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah tersebut, menyampaikan apresiasi tinggi atas langkah yang dilakukan KUA, UPZ, dan Dharma Wanita Persatuan Kemenag Enrekang.
“Kegiatan ini sangat bermanfaat, terutama dalam memberikan pemahaman kepada siswa terkait isu-isu sosial yang penting seperti pernikahan anak, serta memperkuat penguasaan mereka terhadap nilai-nilai agama melalui literasi Al-Qur’an,” ujarnya. Ia berharap kegiatan semacam ini dapat terus berlanjut agar generasi muda tidak hanya terhindar dari risiko pernikahan dini, tetapi juga memiliki pondasi agama yang kuat untuk menghadapi berbagai tantangan hidup.
Harapan untuk Generasi Muda
Melalui kegiatan ini, diharapkan para remaja, terutama di Kecamatan Malua dan sekitarnya, semakin sadar akan dampak buruk pernikahan anak, sehingga praktik ini dapat dicegah di tengah masyarakat. Selain itu, literasi Al-Qur’an yang diberikan bertujuan memperkuat moral dan akhlak para pelajar, agar mereka tumbuh sebagai individu yang berpengetahuan luas dan memiliki karakter yang baik.
KUA, Dharma Wanita Persatuan Kemenag, serta UPZ Kecamatan Malua berharap bahwa kegiatan ini menjadi langkah awal yang berdampak positif dalam mencegah pernikahan anak serta memberikan bekal agama yang cukup bagi generasi muda untuk menyongsong masa depan yang lebih baik. “Ini adalah langkah bersama untuk melindungi masa depan anak-anak kita,” pungkas Anita Andayani.
Dengan upaya yang berkelanjutan, KUA dan mitranya optimis dapat menyebarluaskan pemahaman tentang pentingnya pendidikan dan kesehatan bagi remaja, serta memastikan bahwa masa depan mereka tidak terenggut oleh praktik-praktik yang merugikan, seperti pernikahan anak.
Tinggalkan Balasan