banner 600x50

Jakarta, Katasulsel.com — Brasil kembali mengaum. Seperti samba yang tak terhentikan, mereka menari di atas lapangan, meninggalkan Peru terkaget-kaget. Empat gol, tanpa balas. FIFA Matchday kali ini seolah menjadi arena latihan bagi Rodrygo, Savinho, dan Raphinha. Ketiganya padu. Serasi. Berbahaya.

Namun, siapa sangka, awalnya Brasil sempat tersendat. Peru, keras bak batu karang. Mereka bertahan, menyerang, beradu badan. Namun, pertahanan adalah seni yang butuh waktu dan kesabaran. Sayangnya, waktu tidak berpihak pada mereka.

Raphinha, si pemuda Brasil, melihat kesempatan pertama saat bola liar menghantam mistar gawang. Seluruh stadion terdiam. Gallese, sang kiper Peru, terengah-engah. Tapi drama belum selesai. VAR bicara, Zambrano melanggar aturan di kotak penalti. Handball. Semua setuju, penalti untuk Brasil.

Raphinha maju. Mata tajamnya mengarah pada kiper yang sudah gemetar. Satu langkah, dua langkah, tembakan tenang. Gol. 1-0. Peru mulai terguncang, Brasil tersenyum lebar. Laga belum selesai, tapi arah angin sudah jelas. Brazil memegang kemudi.

Babak kedua menjadi cerita tentang dominasi. Savinho bergerak cepat, membuat Zambrano tak punya pilihan selain menjatuhkannya lagi. VAR kembali menjadi hakim. Penalti kedua. Raphinha? Tenang, lagi. Gol kedua lahir dari kaki yang sama. 2-0.

Lalu, tiba saatnya untuk pesta gol. Dorival Júnior, sang pelatih, tahu kapan harus melepaskan energi cadangan. Luiz Henrique masuk, dan hanya butuh waktu beberapa menit untuk mencetak assist. Andreas Pereira, yang baru saja menginjak lapangan, membuat semua penonton tercengang dengan tendangan salto spektakulernya. Itu gol ketiga.

Tapi Luiz Henrique belum selesai. Kali ini, giliran dia yang mencetak gol. Tendangan keras dari kaki kirinya merobek gawang Peru. Pesta berakhir di angka 4-0.

Brasil menang telak. Tapi lebih dari itu, mereka menemukan kembali ritme permainannya. Ritme yang bisa jadi mimpi buruk bagi lawan-lawannya di laga-laga berikutnya.(*)