Prabowo Subianto akhirnya mengambil alih kemudi. Presiden ke-8 Republik Indonesia (RI).
Oleh: Edy Basri
PERJALANANNYA panjang, berliku, dan sering kali penuh badai. Tapi di sinilah dia, berdiri tegak di jantung Senayan, sebagai pemimpin baru bangsa ini.
Hidup Prabowo adalah rangkaian pertempuran. Ada yang dimenangkannya. Ada yang kalah. Namun tak ada yang mampu memadamkan ambisinya.
Lahir di bawah sorotan, di rumah Soemitro Djojohadikusumo—seorang ekonom yang namanya menggelegar di langit politik—dan Dora Marie Sigar, yang darah Minahasanya memberikan api di nadinya.
Seorang anak yang berkelana ke penjuru dunia sebelum menjejakkan kakinya kembali di tanah Akademi Militer Magelang. Swiss, Malaysia, Inggris—mereka membentuk pikirannya, tapi Indonesia yang membangun jiwanya.
Karier militer Prabowo? Sebilah pedang tajam—mengagumkan, tapi berbahaya. Dia mendaki dengan cepat. Lalu datang 1998. Badai yang mengguncang negeri turut menyapu dirinya.
Tuduhan, kontroversi. Dia meninggalkan seragamnya. Tapi seorang pejuang tak pernah benar-benar meninggalkan medan perang.
Dari prajurit menjadi pengusaha. Dari medan perang ke ruang rapat. Dan ketika politik memanggil, Prabowo siap menjawab. Dia mencoba pada 2004—terjatuh.
Dia mencoba lagi pada 2014, pada 2019—terjatuh. Tapi ada sesuatu tentang para pejuang. Mereka tak pernah lama terbaring.
Tahun 2024 berbeda. Namanya kembali di kertas suara, kali ini dengan seorang partner dari garis keturunan kuat—Gibran Rakabuming Raka, putra presiden saat itu.
Pertarungan itu bukan jalan santai di taman. Itu adalah perlombaan tiga arah, dan tak satu pun lawannya bisa dianggap remeh.
Anies Baswedan, mantan gubernur yang penuh karisma. Ganjar Pranowo, favorit rakyat. Pertempuran sengit, tapi Prabowo telah belajar bersabar. Ini adalah putaran terakhirnya.
Kemenangan bukan hanya manis—itu tak terelakkan.
Tapi Prabowo lebih dari sekadar presiden. Kekayaannya legendaris. Asetnya? Rp 2,04 triliun. Kekayaannya? Dibangun seperti benteng saham dan properti.
Rp 1,7 triliun dalam surat berharga, tanah di Jakarta yang bernilai miliaran, dan cukup banyak Jeep untuk melintasi berbagai medan, baik secara harfiah maupun metaforis.
Tanpa utang. Tak menoleh ke belakang.
Hari ini, Prabowo memimpin bangsa. Matanya, yang diasah oleh waktu dan cobaan, kini menatap ke depan, menatap cakrawala masa depan Indonesia.
Sang prajurit, taipan, politisi—dia kini adalah kapten. Tapi setiap kapten tahu, laut selalu tak terduga.
Gelombang baru saja dimulai. (*)
Tinggalkan Balasan