banner 600x50

Langit Desa Passeno, Kecamatan Baranti, Kabupaten Sidrap, biru cerah siang itu. Matahari tak malu-malu, seakan ikut merayakannya.

Oleh: Edy Basri

DI HAMPARAN sawah seluas dua hektar, petani berbaur dengan tamu penting. Mereka bukan sekadar tamu, melainkan pemegang masa depan pangan.

“No Farmer, No Food, No Future,” sebuah moto yang menghujam, menggema dari hati PB Sehati, kelompok tani binaan Bulog Sidrap ini.

Tokoh Luwu Raya-Toraja Mayjen TNI (Purn) Marga Taufiq, Wakil Direktur Utama Perum BULOG, datang jauh-jauh dari Jakarta. Bukan hanya seremonial, ia datang untuk menyaksikan langsung bagaimana program Mitra Tani Bulog bekerja.

Sidrap, dikenal sebagai “Kota Beras”, “Lumbung Padi” Sulawesi Selatan, kini menjadi tujuan, harapan dan keseriusan Bulog dalam menjaga rantai pangan.

Simon Melkisedek Lakapu, sang Pimpinan Cabang Bulog Sidrap, berdiri di depan. Tegap. Kata-katanya lugas, nyaris tanpa jeda.

“Kami tidak hanya beli padi, kami bangun petani, kami bantu petani,” ujarnya dari atas karpet hijau di atas panggung tengah persawahan.

Simon tahu, tantangan petani lebih kompleks dari sekadar menanam.

Ada kesuburan tanah yang terkikis, modal yang tak selalu ada, hingga akses terhadap bibit dan pupuk yang kerap terhalang jarak dan biaya.

Program Mitra Tani adalah jawabannya. Simon tidak bicara soal teori besar, ia bicara kenyataan.

Petani bukan sekadar penyumbang bahan pangan, mereka adalah fondasi. Dan Bulog ingin jadi mitra yang memahami akar masalah, bukan sekadar pengumpul gabah.

Mayjen Marga Taufiq menatap hamparan padi yang menguning.

“Ini bukan soal panen besar, ini soal keberlanjutan,” bisiknya pada seorang kolega.

Bersama Direktur SCPP, Mokhamad Suyanto dan Pemimpin Wilayah Forum Bulog Sulselbar, Akhmad Kholisun, mereka semua tahu: Bulog sedang menyiapkan fondasi untuk masa depan pangan yang lebih kuat.

Di area yang sama, terlihat Pj. Bupati Sidrap Dr. Basra, duduk di antara Ketua DPRD Sidrap, Takhyuddin Masse dan Forkompimda lainya, dari Polres, Kodim dan Kejari.

Semua ikut mengamati dengan seksama. Sidrap, dengan segala potensinya, harus dijaga. Dan Mitra Tani adalah salah satu caranya.

Tidak hanya sekadar menanam dan memanen, program ini memberikan pelatihan agronomi. Petani diajarkan bagaimana menjaga kesuburan tanah, memilih bibit unggul, hingga cara panen yang lebih cermat.

Semua diarahkan untuk menciptakan sistem pertanian berkelanjutan.

Tangan-tangan petani yang mengolah sawah, kini bersinergi dengan Bulog yang memberi akses lebih baik ke sumber daya.

Dari bibit hingga pembiayaan, dari teknis keuangan hingga teknologi pertanian.

“Kami ingin petani naik kelas,” tegas Simon. Bukan sekadar bergantung pada hasil panen, tetapi menjadi aktor penting dalam rantai pasokan pangan nasional.

Dan hari itu, di bawah langit Sidrap, semua sepakat. Bulog dan petani akan berjalan seirama, menuju masa depan yang lebih cerah.

Seperti padi yang terus bergoyang oleh angin, tumbuh kuat di tanah yang subur.(*)