Aula SKPD Pemkab Sidrap. Minggu malam, 27 Oktober 2024. Panggung debat kandidat calon Bupati dan Wakil Bupati Sidrap 2024 terbentang lebar. Acaranya berjalan sangat mulus. Sukses
Oleh: Harianto
DI SUDUT aula milik Pemkab Sidrap itu, terlihat sosok wanita muda berdiri tegap. Ia bukan kandidat. Bukan pula jurnalis.
Bukan juga tim sukses. Ia hanya seorang Satpol PP. Tapi malam itu, dialah garda depan ketertiban.
Namanya Fatma. Lahir 30 April 2002. Anak kedua dari pasangan Lamama yang telah tiada dan Yanti, yang selalu mendoakan. Ia tumbuh di Bendoro, Desa Talumae, Kecamatan Watang Sidenreng. Dari kecil, desa itu menempa keberaniannya.
Fatma, anak kampung yang tak gentar pada kerumunan, berani pada malam yang riuh.
Dalam balutan seragam Satpol PP, ia berdiri tegak mengawal ketenangan debat. Bersama rekan-rekan sesama penegak ketertiban, mereka mengalir bak air, menyusup di sela-sela barisan penonton, siaga di titik-titik strategis.
Di matanya, debat bukan sekadar arena adu gagasan. Tapi tanggung jawab besar. Tugas untuk menjaga kedamaian, memastikan tidak ada yang tergelincir dalam emosi.
Sekilas, ia terlihat lembut. Wajahnya teduh, mata tenang. Tapi, jangan salah. Tekadnya keras. Begitu keras hingga malam dingin terasa hangat oleh kegigihannya.
“Malam ini kita tidak boleh lengah,” ucapnya kepada rekan-rekan sesama Satpol PP. “Satu kekacauan saja, bisa merusak semuanya.”
Dan mereka paham. Mereka paham Fatma bukan hanya bicara soal keamanan aula. Tapi menjaga harapan, menjaga kepercayaan.
Di belakang podium, kandidat-kandidat berganti menyampaikan program dan janji-janji. Di depan mereka, audiens mengangguk-angguk. Menyimak. Ada yang tersenyum, ada yang merengut.
Ada yang mengepalkan tangan penuh semangat. Tapi, di sela kerumunan itu, Fatma dan rekannya bergerak seperti bayang-bayang, tanpa suara. Hanya tatapan tajam dan langkah yang teratur.
Fatma tahu, malam itu, bukan panggungnya. Tak ada sorotan untuknya. Tapi tanpa dirinya, tanpa mereka—tak akan ada panggung yang tenang.
Malam kian larut. Panggung debat selesai. Satu per satu orang meninggalkan aula. Tapi Fatma dan timnya masih berdiri, menunggu, memeriksa, memastikan aula aman dan tertib.
Di balik seragam itu, Fatma bukan hanya seorang Satpol PP. Ia adalah simbol kegigihan wanita muda Sidrap. Penjaga ketenangan di balik gegap gempita politik.
Dan, meskipun tidak ada yang menyebut namanya, ia tetap berdiri. Tetap menjaga. Tetap setia.
Fatma, sang penjaga sunyi di tengah debat ramai.(*)
Tinggalkan Balasan