Jeneponto, Katasulsel.com – Subuh yang dingin, langit masih muram. Di Dusun Taipa Tinggian, suara gentong air beradu di sumur ladang.
St. Aminah Daeng Sunggu, wanita paruh baya, datang hendak mengambil air. Tapi yang ia temukan, bukan sekadar air.
Sejenak, dunia seperti berhenti. Ia melihat tubuh Paka Dg. Tutu, mengambang di dalam sumur tua. Hening. Tak ada yang bergerak, hanya riak air yang mengisahkan tragedi.
Usianya tak muda lagi, 78 tahun, tubuhnya sudah renta. Namun, siapa sangka, sumur itu jadi saksi akhir hidupnya.
Secepat kilat, Aminah berlari ke kampung, kabar buruk disampaikan. Kepala dusun dan warga pun bergerak, melaporkan ke polisi.
Kapolsek Bangkala, Iptu Kaharuddin, cepat merespons. Bersama timnya, ia segera tiba di lokasi. Melihat sumur tua itu, sunyi dalam dingin subuh, mungkin menggambarkan usia dan kisah panjang desa ini.
“Kami langsung melakukan evakuasi dan membawa jasad korban ke rumahnya,” ujarnya.
Di rumah itu, keluarga telah menunggu. Air mata dan isak tangis mengiringi kepulangan terakhir Dg. Tutu. Keluarga menolak autopsi.
Tak ingin jasad yang sudah renta itu disentuh lebih dari yang seharusnya. Mereka memilih ikhlas, percaya bahwa ini kecelakaan. Tangan lelah yang terlepas saat hendak menimba, begitu dugaan mereka.
“Kami sudah melakukan pemeriksaan luar,” tambah Kapolsek. Hasilnya, tak ada tanda-tanda kekerasan yang mencurigakan. Meski begitu, olah TKP tetap dilaksanakan.
Setiap sudut diperiksa, karena jawaban kadang tersembunyi dalam keheningan.
Tragedi sumur tua ini, barangkali mengingatkan, betapa ringkihnya manusia. Di usia lanjut, hanya satu momen yang bisa mengubah segalanya.
Keluarga memilih menerima, percaya hidup dan mati, datang dengan jalannya sendiri. Paka Dg. Tutu pergi dalam sunyi, tapi kisahnya tetap mengalir, bersama air di sumur tua itu. (*)
Tinggalkan Balasan