banner 600x50

Jakarta, Katasulsel.com – Suasana rapat di Komisi II DPR RI, Senin (18/11/2024), mendadak panas. Isu ketidaknetralan dalam Pilkada serentak 2024 menjadi sorotan tajam. Rahmat Saleh, anggota DPR RI dari Fraksi PKS, tak segan menuding Pjs Bupati Solok, Akbar Ali, terlibat dalam praktik “cawe-cawe politik”.

“Ada yang aneh di Solok. Pertemuan resmi pemerintah malah diskriminatif. Dari 74 kepala desa, hanya 67 yang diundang. Tujuh lainnya? Tak diikutsertakan karena beda pilihan,” tegas Rahmat.

Tak berhenti di situ, ia juga menyebut dugaan pelanggaran berat lain. “ASN di Puskesmas foto bareng salah satu paslon tanpa sanksi. Apa ini yang disebut netralitas?” serunya lantang.

Rahmat meminta Pjs Bupati segera “angkat kaki” jika tak mampu menjaga netralitas. “Datang baik-baik, keluar juga baik-baik. Saya punya bukti, dan saya sampaikan ini di forum resmi,” imbuhnya dengan nada tajam.

Ia juga mendesak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) segera bertindak tegas. “Mentri dan Wamen harus evaluasi. Jangan biarkan ini mencoreng Pilkada yang seharusnya jujur dan adil,” pungkasnya.

Pilkada serentak 2024 kian diwarnai polemik. Mampukah pemerintah menjamin netralitas hingga hari pencoblosan? Atau, akankah dugaan “cawe-cawe” terus mencoreng pesta demokrasi terbesar di Indonesia?

Desakan Sanksi Menguat, DPR RI Tantang Kemendagri Bertindak Tegas

Isu ini tak hanya berhenti di meja rapat. Sorotan tajam kini mengarah kepada Kemendagri, yang dinilai memiliki andil besar dalam memastikan netralitas para pejabat sementara (Pjs) di Pilkada 2024. Rahmat Saleh secara gamblang meminta agar evaluasi dan sanksi menjadi langkah nyata, bukan sekadar wacana.

“Kalau Pjs seperti ini dibiarkan, bagaimana masyarakat percaya pada pemerintah? Jangan sampai mereka berpikir bahwa aturan hanya jadi pajangan,” ucap Rahmat dengan nada tinggi.

Ia menegaskan, Pilkada serentak adalah ujian besar bagi pemerintah pusat. Ketegasan diperlukan untuk menjaga kepercayaan rakyat. “Komitmen netralitas itu harga mati. Jika ada Pjs bermain-main, jangan ragu menggantinya. Ini bukan soal suka atau tidak suka, ini soal keadilan,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Komisi II DPR RI, yang memimpin rapat tersebut, menambahkan bahwa dugaan pelanggaran seperti ini bukan pertama kali terjadi. “Kami akan terus memantau, bukan hanya di Solok. Jangan heran kalau ada laporan lain dari daerah-daerah lain yang juga mengarah pada ketidaknetralan,” ujarnya sambil memberi peringatan keras kepada seluruh Pjs di Indonesia.

Masyarakat Menunggu Bukti

Di sisi lain, masyarakat mulai resah. Narasi netralitas ASN yang kerap digaungkan pemerintah seakan luntur oleh dugaan praktik curang seperti ini. Seorang tokoh masyarakat di Kabupaten Solok, yang enggan disebutkan namanya, menyebut bahwa isu ini sudah jadi rahasia umum.

“Kami sering dengar ASN condong ke salah satu paslon. Tapi ya, apa daya? Kalau rakyat ngomong, sering dianggap angin lalu,” ujarnya pasrah.

Dengan hanya beberapa pekan tersisa menjelang pencoblosan, waktu kian mendesak. Apakah Kemendagri mampu mengatasi polemik ini sebelum menjadi bom waktu? Atau, akankah isu ini malah jadi preseden buruk bagi Pilkada serentak 2024?

Rakyat butuh jawaban. Pemerintah harus bertindak.