banner 600x50

Jakarta, Katasulsel.com – Tragedi memilukan terjadi di tubuh Kepolisian Republik Indonesia.

Peristiwa penembakan antaranggota polisi di Polres Solok Selatan, Sumatra Barat, telah menjadi perhatian nasional. Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, bergerak cepat dengan mengutus Inspektorat Pengawasan Umum (Irwasum) untuk mengusut tuntas kasus ini.

Perintah Kapolri ini tidak hanya menyasar proses hukum terhadap tersangka, AKP Dadang Iskandar, tetapi juga memulai evaluasi besar-besaran terkait kepemilikan senjata api oleh anggota kepolisian.

Korban, AKP Ryanto Ulil Anshar, yang menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres Solok Selatan, menjadi sorotan publik sebagai simbol kegagalan pengawasan internal.

Brigjen Pol Ahmad Sandi, Kepala Divisi Humas Polri, menegaskan bahwa Irwasum akan memeriksa seluruh prosedur standar operasional (SOP) kepemilikan senjata api.
Penilaian meliputi administrasi, uji psikologi, hingga pengawasan berkala yang selama ini diberlakukan untuk memastikan senjata tidak jatuh ke tangan yang salah.

“Kejadian ini tidak boleh terulang. Jika ditemukan kelalaian dalam evaluasi senjata api, akan ada reformasi besar-besaran di tubuh Polri,” tegas Sandi.

banner 250x250

Proses pidana terhadap AKP Dadang dipastikan berjalan transparan.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Budi Gunawan, menyebutkan bahwa tersangka kemungkinan dikenakan pasal berlapis atas tindakannya. Selain itu, ancaman pemecatan melalui sidang etik juga telah dipersiapkan.

“Peristiwa ini mencoreng nama institusi. Hukum akan ditegakkan tanpa pandang bulu untuk memulihkan kepercayaan masyarakat,” ujar Budi Gunawan dalam konferensi pers.

Tragedi ini memicu reaksi keras dari masyarakat. Banyak pihak mendesak Polri untuk melakukan perombakan sistem pengawasan senjata api, termasuk uji psikologi berkala dan evaluasi kesehatan mental anggota.

Pengawasan yang lebih ketat dianggap penting untuk mencegah peristiwa serupa.

Selain itu, tekanan juga datang agar Polri meningkatkan transparansi dalam menangani kasus ini. Tragedi Solok Selatan dinilai sebagai momentum introspeksi besar untuk memperbaiki mekanisme internal.

Kasus ini menjadi ujian berat bagi institusi Polri. Transparansi dan kecepatan dalam menangani tragedi ini akan menjadi tolok ukur sejauh mana reformasi di tubuh kepolisian dapat dijalankan.

Apakah tragedi ini mampu membuka jalan bagi pembenahan menyeluruh? Atau justru akan menambah daftar panjang kegagalan pengawasan internal?

Semua mata kini tertuju pada langkah tegas Kapolri dan jajarannya. Akankah kasus ini menjadi titik balik menuju Polri yang lebih bersih dan berintegritas? (*)