Makassar, katasulsel.com —Sulawesi Selatan kembali menjadi sorotan setelah kasus unik yang melibatkan dugaan penganiayaan karena masalah sandal baru berakhir dengan Restorative Justice (RJ). Kejaksaan Negeri (Kejari) Wajo berhasil mengajukan penghentian penuntutan berdasarkan RJ untuk kasus ini, dan disetujui oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Agus Salim, pada ekspose yang berlangsung di Aula Kejati Sulsel, Selasa (17/12/2024).
Kasus ini melibatkan tersangka Muhlis alias Biru bin Palancoi (54), yang didakwa melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP atas penganiayaan terhadap tetangganya, IW (59). Peristiwa terjadi di Lingkungan Jalang, Kelurahan Akkajeng, Kecamatan Sajoanging, Wajo, pada 12 Oktober 2024. Muhlis, yang curiga IW menukar sandal baru miliknya, diduga memukul kepala IW tiga kali menggunakan botol kaca bekas sirup, menyebabkan luka robek serius.
Restorative Justice: Solusi atau Jalan Pintas?
Dalam ekspose tersebut, Kajati Sulsel menekankan bahwa Restorative Justice hanya diberikan untuk kasus tertentu, sesuai Peraturan Kejaksaan No. 15 Tahun 2020. Alasan penghentian penuntutan ini termasuk:
- Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana dan bukan residivis.
- Ancaman pidana tidak lebih dari lima tahun.
- Hubungan kekeluargaan antara tersangka dan korban.
- Perdamaian antara pihak tersangka dan korban, yang mendapat dukungan masyarakat.
“Setelah kami setujui, silakan melengkapi berkas administrasi, tersangka dilepaskan jika masih ditahan, dan barang bukti dikembalikan,” ujar Agus Salim dalam keterangannya.
Bersambung ke hal 2…
Wajo Jadi Sorotan Nasional
Keputusan ini menuai beragam respons dari masyarakat. Beberapa pihak mendukung langkah RJ karena dianggap lebih manusiawi dan mampu mengurangi beban penjara. Namun, kritik juga muncul. Banyak yang mempertanyakan apakah keadilan benar-benar ditegakkan ketika kasus penganiayaan seperti ini tidak sampai ke meja hijau.
“Kasus ini memang terlihat sederhana, tapi memukul seseorang hingga terluka parah karena hal sepele seperti sandal harusnya ada efek jera yang lebih tegas,” ujar salah satu tokoh masyarakat Wajo yang enggan disebutkan namanya.
Dampak Restorative Justice di Sulsel
Selain Wajo, dua kasus lain dari Luwu Timur dan Enrekang juga disetujui untuk RJ pada ekspose tersebut. Namun, kasus di Wajo mencuri perhatian karena keunikannya dan dampaknya terhadap pandangan masyarakat tentang keadilan.
Restorative Justice memang menjadi pendekatan progresif dalam hukum pidana, tetapi tetap memunculkan perdebatan mengenai batasan penggunaannya. Apakah Wajo kini menjadi contoh keberhasilan RJ atau hanya menjadi bukti lemahnya penegakan hukum atas tindak kekerasan?
Kita tunggu perkembangan lebih lanjut.
Tinggalkan Balasan