banner 600x50

Solok Selatan, katasulsel.com — Pada malam yang kelam, di Jorong Lubuk Jaya, Kabupaten Solok Selatan, suasana tenang seolah membungkus sebuah rahasia besar.

Malam itu, waktu menunjukkan pukul 23.00 WIB. Di balik pintu sebuah kontrakan, kehidupan seharusnya berlangsung normal.

Namun, sebuah penggerebekan mengejutkan siap mengubah segalanya.

Seorang pemuda, merasakan ketidakberesan, melangkah penuh curiga.

Dengan mata tajam, ia melihat seorang pria memasuki rumah kontrakan.

ADVERTORIAL

Advertorial: UNIPOL

Kecurigaan melahirkan tindakan. Ia mengumpulkan rekan-rekannya, dan keputusan bulat pun diambil: penggerebekan.

Malam itu, mereka bertekad mengungkap apa yang tersembunyi.

Saat mereka membuka pintu, dunia seakan berhenti. Di dalam, situasi yang tak terduga menanti.

Seorang pria dan wanita terperangkap dalam aksi tak senonoh.

Ternyata, pria itu adalah oknum anggota kepolisian dari Polda Sumatera Barat. Nama baik institusi, seperti belati yang terhunus, kini ia terancam.

Kabar ini cepat menyebar. Kepala Jorong dan pihak berwenang segera menerima laporan.

Dalam komunitas adat yang erat, solusi melalui jalur adat menjadi pilihan.
Sebuah mediasi pun digelar.

Bersambung…..

Pelaku yang tertangkap mengakui kesalahannya, namun harga yang harus dibayar cukup tinggi.

Sebanyak 25 sak semen dan sebuah surat perjanjian menjadi sanksi adat yang dijatuhkan.

“Kami menyelesaikan ini sesuai tradisi,” ungkap Kepala Jorong, suara tegasnya menggema.

Namun, dampak dari kejadian ini jauh lebih besar.

Ketua Kerapatan Adat Nagari, Ahmad Sarbaini, merasa marah. “Kami tidak ingin kejadian ini terulang,” katanya, menegaskan pentingnya menjaga martabat nagari.

Seperti badai yang menerpa, insiden ini mengguncang reputasi dan kepercayaan.

Di RSUD Solok Selatan, Direktur Herry Harianto pun bereaksi akibat ulas oknum berstatus non pegawai tetap RS tersebut.

Ia berencana memanggil pelaku untuk klarifikasi. “Kami harus menjaga nama baik rumah sakit,” ujarnya tegas.

Skandal ini, lebih dari sekadar insiden, mencerminkan pentingnya etika dan tanggung jawab.

Di balik uniform dan jabatan, manusia tetaplah manusia, dan kesalahan bisa terjadi. Namun, kontrol dan pengawasan adalah kunci.

Malam yang kelam itu mengingatkan kita bahwa dalam kegelapan, kadang-kadang, kebenaran terungkap.

Jorong Lubuk Jaya kini berdiri di persimpangan, di mana tradisi dan modernitas saling berhadapan.

Akankah kasus ini menjadi pelajaran bagi semua? Kita tunggu langkah selanjutnya, dan berharap keadilan akan bersinar kembali. (*)