banner 600x50

Makassar, katasulsel.com — Makassar digemparkan oleh pengungkapan kasus penyebaran berita bohong atau hoaks terkait biaya pendidikan Akademi Kepolisian (AKPOL).

Kasus ini menyeret tiga tersangka yang kini telah diamankan oleh Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan. Kronologi dan modusnya pun berhasil diungkap, mengungkap skema manipulasi informasi yang mengejutkan.

Semua bermula pada awal Januari 2025. Akhmad Furqan (28), salah satu pelaku, menghadiri pertemuan dengan Taufiq Mustarin (34), Direktur PT.

Digikreatif Teknologi Indonesia yang juga dikenal sebagai ASN Institut. Pertemuan tersebut bertujuan menarik peserta baru untuk bimbingan belajar di bawah naungan ASN Institut.

Di sela-sela diskusi, Akhmad Furqan menemukan iklan mengenai penerimaan AKPOL. Ia pun mencetuskan ide untuk membuat artikel tentang biaya pendidikan AKPOL.

ADVERTORIAL

Advertorial: UNIPOL

Tidak hanya berhenti di situ, ide ini segera diwujudkan dengan melibatkan Aisyah (22), rekan mereka, untuk menyusun artikel yang diharapkan menarik perhatian calon peserta.

Pada tanggal 15 Januari 2025, Akhmad Furqan memberikan kata kunci “Biaya Pendidikan AKPOL” kepada Aisyah.

Berdasarkan instruksi itu, Aisyah menulis artikel yang kemudian dipublikasikan di situs resmi ASN Institut. Tak lama berselang, tepatnya pada 17 Januari 2025, artikel tersebut diposting ulang oleh Aisyah dengan judul “Nominal Biaya Pendidikan Akpol 2025 yang Wajib Kamu Ketahui!”.

Artikel ini dengan cepat menarik perhatian netizen, namun ternyata isinya tidak berdasarkan fakta yang valid.

Bersambung…

Polisi mengungkap bahwa kejadian berlangsung di kantor PT. Digikreatif Teknologi Indonesia/ASN Institut di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Dalam penggerebekan, polisi berhasil menyita sejumlah barang bukti, antara lain:

  • Satu unit HP Oppo A12 warna biru navy
  • Satu unit HP Itel S23 warna hitam
  • Satu unit iPhone 13 mini
  • Satu unit laptop Lenovo warna silver
  • Screenshot artikel hoaks dengan kata kunci “Biaya Pendidikan AKPOL”

Ketiga tersangka, yaitu AIS (22), AF (28), dan TM (34), kini harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Mereka dijerat dengan Pasal 45A ayat (1) dan (2) jo Pasal 28 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU ITE. Ancaman hukuman berupa pidana penjara maksimal enam tahun dan/atau denda hingga Rp1 miliar.

Dalam konferensi pers, Kasubbidpenmas Bidhumas Polda Sulsel, AKBP Yerlin Tending Kate, S.Kom., M.M., menegaskan pentingnya berhati-hati dalam menyebarkan informasi.

Bersambung…

“Masyarakat harus lebih bijak dalam menerima dan membagikan informasi, terutama yang menyangkut isu sensitif seperti pendidikan. Jangan mudah percaya sebelum melakukan verifikasi,” ujar Yerlin.

Kasus ini menjadi pengingat keras bahwa penyebaran informasi palsu dapat berujung pada jerat hukum. Polisi mengimbau masyarakat untuk tidak terprovokasi oleh berita yang tidak jelas sumbernya, apalagi yang menyangkut institusi resmi seperti AKPOL.

Apakah Anda masih percaya segala yang Anda baca di internet?