banner 600x50

Maros, katasulsel.com – Sungai Biseang Lab’boro (Bislap), Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan , yang biasanya tenang, tetiba berubah menjadi tempat duka.

Tiga mahasiswa Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar, dilaporkan hanyut terbawa derasnya arus. Semua upaya pencarian telah berakhir. Namun, akhir itu datang bersama air mata.

“Tiga korban sudah ditemukan, namun semuanya dinyatakan meninggal dunia,” ujar Andi Sultan, Kepala Seksi Operasi dan Siaga Basarnas Makassar, Jumat (24/1).

Ketiganya adalah Jean Eclezia (19), Syadza (19), dan Rezki Rahim (21). Tiga nama yang kini hanya tinggal kenangan, meninggalkan harapan yang terhenti di tepian Bislap.

Tragedi ini bermula ketika enam mahasiswa Unhas tengah melakukan survei lokasi untuk sebuah kegiatan. Di tengah perjalanan, mereka menyeberangi sungai, yang tampaknya aman. Namun, alam kadang berbicara dalam bahasa yang tak kita mengerti.

Arus deras tiba-tiba datang, seperti monster yang tak terduga. Sungai Bislap, yang sering dijuluki “urat nadi alam Maros,” berubah menjadi perangkap mematikan. Enam mahasiswa terseret, namun hanya tiga yang berhasil selamat.

“Saat akan menuju jembatan, tiba-tiba air deras turun sehingga mereka pun hanyut,” jelas Kapolres Maros, AKBP Douglas Mahendrajaya.

Jenazah Jean dan Syadza ditemukan pada Kamis malam (23/1), sementara Rezki baru ditemukan Jumat pagi. Ketiganya dievakuasi oleh tim SAR Gabungan ke RSUD dr. La Palaloi, Maros.

Mereka muda, penuh mimpi, dan kini pergi terlalu dini. Sungai Bislap bukan hanya merenggut tiga nyawa, tetapi juga tiga cerita yang belum selesai ditulis.

Bersambung…

Bagi keluarga, teman, dan rekan-rekan di Unhas, kehilangan ini adalah luka yang dalam. Sungai yang mengalir di Bislap kini serasa membawa duka yang tak berujung.

Maros berduka. Sulawesi Selatan berduka. Dunia pendidikan kehilangan tiga insan terbaiknya.

“Hati kami bersama keluarga korban. Semoga ketiganya mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya,” ucap salah seorang anggota tim SAR dengan suara bergetar.

Kini, Sungai Bislap tetap mengalir. Namun, bagi mereka yang ditinggalkan, aliran itu membawa luka dan kenangan. Arus yang pernah menjadi musuh kini berubah menjadi simbol perpisahan.

Selamat jalan, Jean, Syadza, dan Rezki. Mimpi kalian tak akan pernah hanyut, meski raga telah tiada. Justitia pereat mundus—keadilan akan selalu ditegakkan, bahkan ketika langit runtuh. (*)