
Gagal menjadi prajurit tak menghentikanku untuk mengabdi. Dari Soppeng, aku belajar bahwa cinta pada negeri tak selalu berbentuk seragam loreng—ada banyak jalan untuk berjuang.
Oleh: Ahmad Basir Muin
Namaku Ahmad Basir Muin. Aku lahir dan tumbuh dalam lingkungan yang penuh disiplin dan dedikasi. Ayahku, H. Abd Muin Djawad, adalah seorang prajurit TNI dengan pangkat terakhir Kolonel dari korps infanteri.
Ia adalah sosok yang teguh, tegas, namun penuh kasih sayang. Ibuku, Hj. Andi Sahari, adalah seorang ibu persit Kartika Chandra Kirana yang selalu menjadi tiang penyangga keluarga kami. Dari mereka berdua, aku belajar arti pengabdian dan cinta kepada Negeri.
Rumah kami, meski sederhana, selalu dipenuhi cerita tentang perjuangan. Ayah sering berbagi kisah tentang misi-misinya menjaga keamanan dan kedamaian bangsa.
Setiap kali ia pulang dengan seragam lorengnya, aku merasa ada aura kebanggaan yang tak bisa dijelaskan. Seragam itu bukan sekadar kain, melainkan simbol pengorbanan, keberanian, dan cinta tanah air.
Sejak kecil, aku ingin menjadi seperti ayahku. Aku ingin berdiri gagah dengan seragam loreng itu, menjadi bagian dari barisan prajurit yang menjaga keutuhan NKRI.
Mimpi itu menuntunku untuk mengikuti seleksi calon Taruna Akademi Militer pada tahun 1996. Aku berlatih keras, mempersiapkan fisik dan mental. Namun takdir berkata lain. Aku gagal.
Kegagalan itu seperti tamparan keras di wajahku. Aku merasa hancur, seperti kapal yang kehilangan arah di tengah lautan. Namun, ayahku—dengan kebijaksanaannya—mengajarkan sesuatu yang penting.
“Menjaga negeri ini tidak melulu soal memakai seragam loreng,” katanya suatu malam sambil menepuk pundakku. “Ada banyak cara untuk berkontribusi.”
Kata-kata itu menjadi bahan renungan panjang bagiku. Aku sadar bahwa pengabdian kepada negeri tidak harus selalu melalui jalan yang sama seperti ayahku.
Aku mungkin gagal menjadi prajurit TNI, tetapi aku tidak boleh gagal menjadi anak bangsa yang berdedikasi.
Kini, aku melanjutkan perjalanan hidupku di dunia akademik. Aku sedang menempuh program Magister Manajemen di Universitas Lamappapoleonro Soppeng.
Di sini, aku belajar cara lain untuk memberikan sumbangsih kepada negeri ini—melalui ilmu pengetahuan dan manajemen. Aku percaya bahwa setiap individu memiliki peran unik dalam membangun bangsa.
Namun, ada satu hal yang selalu aku bawa ke mana pun aku pergi: semangat ayahku. Semangat untuk menjaga keamanan dan kedamaian masyarakat. Aku ingin mengajak semua orang untuk memiliki semangat yang sama. Negeri ini terlalu indah untuk kita abaikan.
Aku sering bertanya-tanya, bagaimana caranya kita bisa menjaga negeri ini? Jawabannya sederhana: mulai dari hal kecil di sekitar kita.
Lanjut…
Tinggalkan Balasan