Katasulsel.com

Portal berita terpercaya yang mengulas Indonesia dari jantung Sulawesi Selatan. Aktual, tajam, dan penuh makna.

GAM Sultra Desak Transparansi CSR Perusahaan Tambang di Konawe

Ketua Umum GAM Sultra, Muhammad Syahri Ramadhan

Laporan: Queto Agatha

Konawe, katasulsel.com — Gerakan Aktivis Mahasiswa Sulawesi Tenggara (GAM Sultra), kembali menyoroti isu transparansi dana Corporate Social Responsibility (CSR) di wilayah pertambangan Kabupaten Konawe.

Beberapa perusahaan subkontraktor PT. Sulawesi Cahaya Mineral (SCM) diduga belum melaporkan penyaluran dana CSR, termasuk PT. Petronesia Binimel, PT. Hayue Nickel Cobalt, dan PT. IMIP.

PT. Petronesia Binimel, yang merupakan bagian dari Hutama Karya Group, menjadi sorotan utama.

Perusahaan pelat merah ini diketahui telah menjalin kerja sama dengan PT. SCM sejak 19 Mei 2022 untuk aktivitas penambangan nikel di Kecamatan Routa, Kabupaten Konawe.

Namun, hingga kini, laporan kontribusi CSR dari perusahaan tersebut belum terlihat jelas.

Ketua Umum GAM Sultra, Muhammad Syahri Ramadhan, menegaskan pentingnya transparansi dan akuntabilitas perusahaan tambang, terutama yang berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

“Ketidaktransparanan ini harus menjadi perhatian serius pemerintah daerah dan pusat. Kami mendesak evaluasi dan audit menyeluruh terhadap pelaksanaan CSR oleh perusahaan-perusahaan tambang di wilayah ini,” ujarnya.

Syahri juga menekankan bahwa dana CSR seharusnya memberikan manfaat nyata bagi masyarakat sekitar tambang, seperti pembangunan infrastruktur, peningkatan pendidikan, layanan kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat secara umum.

Ia menilai bahwa pemerintah daerah perlu lebih proaktif dalam memastikan pelaksanaan CSR berjalan sesuai peraturan.

Bersambung…

Berdasarkan peraturan yang berlaku, perusahaan yang tidak melaksanakan atau melaporkan CSR dapat dikenakan sanksi administratif hingga pencabutan izin usaha.

Pasal 34 PP Nomor 47 Tahun 2012 menyebutkan bahwa pemerintah daerah dapat memberikan teguran tertulis dan denda administratif.

Selain itu, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara memungkinkan pencabutan izin usaha bagi perusahaan yang tidak memenuhi kewajiban sosial dan lingkungannya.

Syahri menambahkan bahwa pihaknya telah mengkaji persoalan ini secara mendalam bersama pengurus GAM Sultra.

Mereka berencana menggelar aksi unjuk rasa untuk meningkatkan tekanan terhadap pemerintah daerah.

“Jika tidak ada solusi di tingkat daerah, kami akan membawa persoalan ini ke Jakarta dan mendesak pemerintah pusat untuk turun tangan,” tegasnya.

Dorongan dari GAM Sultra diharapkan mampu mendorong perusahaan-perusahaan tambang di Konawe untuk lebih bertanggung jawab dalam menjalankan kewajiban sosial mereka.

Transparansi dana CSR bukan hanya soal kepatuhan terhadap hukum, tetapi juga bentuk tanggung jawab moral kepada masyarakat yang terdampak langsung oleh aktivitas pertambangan. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup
Exit mobile version