Jakarta, katasulsel.com – Langkah Presiden Prabowo Subianto memangkas anggaran Kementerian dan Keuangan untuk proyek strategis nasional (PSN) seakan tak berdampak signifikan terhadap PT PLN (Persero).
Justru, PLN yang dipimpin oleh Darmawan Prasodjo semakin dikhawatirkan melakukan pemborosan sistemik yang bisa membebani anggaran negara.
Ketua Umum PP Ikatan Wartawan Online (IWO), Teuku Yudhistira, yang telah mengamati perkembangan PLN dalam beberapa bulan terakhir, mencatat bahwa ada sejumlah kebijakan yang patut dipertanyakan.
Kebijakan tersebut, menurutnya, semakin memperburuk kondisi keuangan negara dan mengarah pada pemborosan yang tidak perlu.
βMasyarakat tentu bisa menilai. Keyword-nya jelas, PLN sedang tidak dalam kondisi yang baik-baik saja. Ini bukan hanya rumor, tapi fakta yang kini semakin banyak terungkap di media,β kata Yudhistira kepada wartawan di Jakarta, Selasa (11/2/2025).
Yudhistira menyoroti masalah rekrutmen pegawai profesional hire (pro hire) yang, menurutnya, lebih didasarkan pada faktor nepotisme ketimbang profesionalisme dan integritas.
Ia menduga kebijakan ini berujung pada pemborosan anggaran negara, karena banyak pegawai yang direkrut bukan berdasarkan kompetensi yang memadai.
“Mungkin masih bisa diterima kalau mereka yang direkrut memang berkualitas, tapi kenyataannya banyak yang tidak memenuhi standar profesional. Ini jelas pemborosan besar, terutama saat banyak pegawai yang bekerja keras dari bawah namun tidak mendapat kesempatan yang sama,” ujar Yudhistira.

Ia menambahkan bahwa sejumlah pegawai pro hire yang direkrut bahkan menduduki posisi strategis, seperti VP, EVP, hingga direksi perusahaan sub holding PLN dengan gaji puluhan juta rupiah.
Bahkan, banyak di antara mereka yang awalnya hanya pegawai kontrak, kini sudah dijadikan pegawai tetap dan menduduki jabatan tinggi.
Bersambung…
Beberapa nama yang disebutkan Yudhistira antara lain Aditya Syarief Darmasetiawan, Grenata Louhenapessy, dan Pratama Adiepurtra Suseno, yang semuanya naik jabatan dari pegawai kontrak menjadi pegawai organik dengan posisi eksekutif di PLN Energi Primer Indonesia dan PLN Icon Plus.
“Pemborosan ini harus dihentikan. Apalagi ada lebih dari 40 orang yang diangkat menjadi pegawai tetap di perusahaan sub holding PLN melalui mekanisme closed recruitment. Ini membuat kami semakin khawatir dengan keberlanjutan kebijakan seperti ini yang bisa merugikan negara,” tegasnya.
Lebih jauh, Yudhistira juga menyoroti kebijakan Dirut PLN, Darmawan Prasodjo, yang terlalu sering melakukan perjalanan dinas ke luar negeri. Hal ini dianggapnya sebagai pemborosan anggaran negara yang tidak memiliki urgensi jelas.
Sejak kembali dari Swiss dan India, Darmawan dikabarkan sudah berangkat ke Paris untuk perjalanan dinas yang menurutnya patut dipertanyakan.
“Jika perjalanan dinas ini tidak ada urgensi, maka harus segera dihentikan. Uang negara adalah uang rakyat, dan rakyat berhak mengetahui kejelasan setiap pengeluaran,” ujar Yudhistira.
Sebagai koordinator nasional Relawan Listrik untuk Negeri (Re-LUN), Yudhistira menegaskan bahwa PLN harus segera mereformasi kebijakan internalnya agar tidak terjadi pemborosan yang semakin membebani keuangan negara.
Bersambung…
Sementara itu, meski telah berulang kali dikonfirmasi oleh jurnalis (Yudhistira), baik Dirut PLN Darmawan Prasodjo maupun Direktur LHC, Yusuf Didi Setiarto, tidak memberikan respons terkait tudingan pemborosan ini.
Hal ini semakin menambah kekecewaan publik terhadap transparansi dan akuntabilitas manajemen PLN.(*)