Konawe Utara, Katasulsel.com — Sulit dipercaya, tapi nyata. Sekelompok anak SD di Kecamatan Lasolo, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, kedapatan asyik nonton film dewasa di halaman masjid usai salat Maghrib.
Masjid yang seharusnya jadi tempat ibadah dan belajar agama, malah berubah jadi bioskop dadakan.
Bukan sulap, bukan sihir. Dengan ponsel di tangan, bocah-bocah ini punya akses tak terbatas ke dunia maya, termasuk ke lembah hitam situs pornografi.
Bagaimana tidak? Dari 30 juta lebih situs dewasa yang berseliweran di internet, pemerintah baru berhasil memblokir sekitar 2 persen saja.
“Kondisi ini sangat memilukan. Siswa kelas 5 SD sudah punya ratusan situs porno di HP mereka. Mereka nonton bareng di halaman masjid setelah salat. Ini alarm bahaya bagi orang tua dan pemerintah,” ungkap AIPDA Rusman, Bhabinkamtibmas Polsek Lasolo.
Fenomena ini bukan sekadar iseng atau coba-coba. AIPDA Rusman mengungkap fakta mencengangkan: bocah SD ini mendapatkan akses ke situs-situs tersebut dari kakak kelasnya yang masih SMP.
Artinya, ada rantai distribusi yang terus berputar di kalangan anak-anak.
“Anak ini mengaku menerima situs porno dari kakak kelasnya yang masih kelas 1 SMP. Ini bukti bahwa peredaran situs dewasa sudah meresap di kalangan pelajar, khususnya di Konawe Utara,” tegasnya.
Tapi. Jangan buru-buru menyalahkan Komdigi RI yang dianggap kurang serius menutup akses ke situs-situs dewasa.
Bersambung…
Faktanya, masalah ini lebih kompleks. Akses internet semakin mudah, harga paket data semakin murah, tapi pengawasan orang tua justru semakin longgar. Anak-anak dibiarkan bebas dengan HP tanpa kontrol yang ketat.
“Ini tugas kita semua. Orang tua harus lebih peka. Jangan asal kasih HP tanpa pengawasan. Pemerintah juga harus lebih agresif dalam menutup akses situs berbahaya. Jika tidak, kita akan terus kehilangan generasi muda akibat dampak buruk pornografi,” pungkas AIPDA Rusman.
Fenomena ini bukan lagi sekadar cerita horor di dunia maya, tapi kenyataan yang terjadi di depan mata.
Jika tidak ada tindakan nyata dari semua pihak—pemerintah, orang tua, sekolah, dan masyarakat—maka masa depan moral anak-anak kita akan terus tergerus oleh derasnya arus konten negatif di internet.
Waktunya bangun, sebelum terlambat. (*)