Katasulsel.com

Portal berita terpercaya yang mengulas Indonesia dari jantung Sulawesi Selatan. Aktual, tajam, dan penuh makna.

Praktisi Hukum: Soal LP2B di Buton Utara Mesti Ditetapkan dalam Perda dan Tertuang di Peta Lokasi

Praktisi Hukum Kasno Awal

Buton Utara – katasulsel.com – Isu pengalihan lahan pertanian kian menghangat. Seperti bola panas yang terus bergulir, perdebatan mengenai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) kini mencuat ke permukaan.

Apalagi, di Buton Utara, pembangunan Puskesmas Soloy Agung di Kecamatan Kulisusu Barat diduga telah menyerobot lahan yang seharusnya masuk dalam kawasan LP2B.

Praktisi hukum Kasno Awal menyoroti adanya dua regulasi terkait LP2B di Buton Utara: satu dalam bentuk Peraturan Bupati dan lainnya dalam Peraturan Daerah (Perda).

Namun, menurutnya, kedua regulasi ini justru menghadirkan kebingungan karena mencatat luas lahan yang berbeda.

“Dari dua peraturan ini, kita melihat ada perbedaan luasan lahan yang tercatat. Ini yang harus diperjelas, apakah karena ada pengalihfungsian atau faktor lain?

Selain itu, pelaporan LP2B ini dilakukan setiap tahun, jadi mestinya ada transparansi,” ujar Kasno, Rabu (26/2/2025).

Kasno menegaskan bahwa menurut aturan, LP2B harus ditetapkan dalam Peraturan Daerah dan dituangkan dalam peta lokasi berdasarkan Surat Keputusan Bupati.

Peta ini nantinya masuk dalam dokumen tata ruang wilayah sebagai bagian dari peraturan zonasi.

Bersambung…

“Jika sudah masuk dalam tata ruang wilayah, barulah kawasan itu bisa disebut sah sebagai LP2B,” ujarnya.

Namun, ada hal yang menurutnya perlu diperjelas. Tidak semua lahan LP2B mutlak harus dipertahankan jika ada kepentingan umum yang lebih besar.

Dalam hal ini, pembangunan fasilitas umum seperti puskesmas bisa menjadi pengecualian.

“Saya menyayangkan ada pelaporan terkait lahan LP2B yang sebenarnya masih dalam wilayah administrasi kepentingan umum.

Padahal, aturan memperbolehkan pengalihan lahan LP2B untuk kepentingan umum, tentu dengan syarat dan prosedur yang jelas,” tegas Kasno.

Dalam praktiknya, regulasi terkait LP2B memang cukup ketat. Prinsip kehati-hatian sangat ditekankan dalam pengalihan fungsi lahan agar keseimbangan tetap terjaga.

Jika dilakukan serampangan, dampaknya bisa lebih buruk dari yang dibayangkan.

“Bayangkan jika kita membiarkan alih fungsi lahan secara tak terkendali. Perlahan, kita bisa menghadapi krisis lahan pertanian.

Harga pangan bisa melambung, ketahanan pangan bisa goyah, dan dampaknya bisa meluas ke sektor lainnya,” ujarnya dengan nada serius.

Pemerintah memang memberi ruang bagi pengadaan tanah untuk kepentingan umum, tetapi harus melalui mekanisme yang ketat. Ada syarat-syarat yang harus dipenuhi agar alih fungsi ini tetap sejalan dengan aturan.

Bersambung…

Kasno pun mengutip pernyataan Wakil Menteri yang pernah menegaskan larangan pembangunan perumahan di atas lahan pertanian. Alasannya jelas: perumahan butuh lahan luas, dan jika ini dibiarkan, lahan pertanian bisa habis dalam hitungan dekade.

“Tapi jangan salah kaprah, larangan ini tidak serta-merta berlaku untuk pembangunan fasilitas umum seperti puskesmas. Yang penting adalah proses pengalihan yang benar dan tidak menabrak aturan,” katanya.

Menurut Kasno, keterlambatan dalam pengurusan alih fungsi lahan adalah masalah utama yang harus segera diatasi.

Jika memang pembangunan puskesmas di atas lahan LP2B dianggap sah menurut regulasi, maka Bupati Buton Utara harus segera menginstruksikan perangkat daerah untuk menyelesaikan proses administrasinya.

“Bukan hanya puskesmas, tapi juga lahan irigasi dan proyek lain yang berpotensi mengurangi luasan LP2B harus dikelola dengan baik. Jika dibiarkan tanpa kejelasan, ini bisa menjadi masalah berkepanjangan,” jelasnya.

Bersambung…

Sebagai praktisi hukum, Kasno memberikan beberapa rekomendasi bagi Pemerintah Daerah Buton Utara:

  1. Segera selesaikan proses alih fungsi untuk proyek yang sudah berjalan agar tidak menimbulkan masalah hukum di kemudian hari.
  2. Lakukan evaluasi menyeluruh terhadap kawasan LP2B dengan melibatkan masyarakat agar ada transparansi.
  3. Tingkatkan sosialisasi terkait regulasi LP2B agar masyarakat tidak bingung dan dapat memahami aturan yang berlaku.
  4. Perbaiki koordinasi antar instansi dalam perencanaan dan pelaksanaan tata ruang agar tidak ada tumpang tindih kebijakan.

“Koordinasi di daerah kita masih sangat kurang. Ini harus menjadi perhatian serius bagi Bupati yang baru,” pungkasnya.

Isu LP2B memang bukan sekadar soal lahan, tapi juga soal keberlanjutan. Jika dikelola dengan bijak, lahan pertanian dan kepentingan umum bisa berjalan seiring tanpa perlu saling mengorbankan.

Namun, jika salah langkah, Buton Utara bisa kehilangan lebih dari sekadar hektaran sawah: ia bisa kehilangan masa depannya sendiri. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup
Exit mobile version