
Makassar, Katasulsel.com — Penanganan kasus dugaan korupsi pengadaan bibit murbei tahun 2022 di Kabupaten Wajo kembali menjadi sorotan tajam.
Sejumlah aktivis menilai ada kejanggalan yang mengindikasikan korupsi dalam proyek ini.
Salah satunya adalah Firman Amiruddin yang secara lantang mempertanyakan kelanjutan kasus yang ditangani oleh Kejaksaan Negeri Wajo.

Menurut aktivis mahasiswa ini, indikasi korupsi dalam pengadaan bibit murbei tahun 2022 sangat jelas terlihat.
Beberapa kejanggalan yang disorotinya antara lain penggunaan lahan sewa untuk penanaman murbei, dugaan pengaturan pemenang lelang, keberadaan kelompok tani fiktif, serta lokasi pembibitan yang tidak memenuhi syarat.
“Indikasi adanya korupsi dalam proyek murbei tahun 2022 sangat kuat. Untuk itu, kami mendesak pihak kejaksaan untuk segera mengusut tuntas kasus ini dan menindak siapa pun yang terlibat,” tegas Firman di Makassar.
Firman menilai proyek tersebut mubazir dan hanya menjadi ladang pemborosan uang negara.
Dengan anggaran miliaran rupiah, hasil yang diharapkan justru nihil. Alih-alih menghidupkan kembali kejayaan sutera di Kabupaten Wajo, proyek ini malah terbengkalai dan meninggalkan lahan penanaman murbei seperti hutan tak terurus.
“Proyek ini gagal total. Lokasi penanaman murbei dibiarkan begitu saja, tanpa ada pemeliharaan. Dugaan kami, ini karena kelompok tani penerima manfaat proyek ini hanyalah fiktif,” bebernya.
Sebagai informasi, proyek penanaman bibit murbei tahun 2022 merupakan salah satu program Pemerintah Kabupaten Wajo untuk mengembalikan kejayaan industri sutera.
Program ini didanai oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan melalui bantuan keuangan ke Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi (Perindagkop) Kabupaten Wajo, dengan total anggaran mencapai miliaran rupiah.
Meski sudah hampir dua tahun berlalu, kasus ini seolah jalan di tempat.
Akankah Kejaksaan Negeri Wajo benar-benar serius mengusutnya, atau ini hanya akan menjadi satu lagi daftar proyek gagal yang dibiarkan berlalu tanpa pertanggungjawaban? Publik menanti jawaban. (*)