Enrekang, Katasulsel.com — Dinamika perebutan kursi Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Enrekang mulai mengerucut. Seiring berakhirnya masa bakti H. Baba — yang juga tengah dalam masa pemulihan kesehatan — sejumlah nama mencuat sebagai kandidat kuat.
Momentum ini bukan sekadar pergantian pejabat struktural, tetapi menjadi barometer arah baru birokrasi dan efektivitas pelaksanaan kebijakan daerah.
Salah satu nama yang paling menonjol adalah Dr. Andi Sapada, ASN senior asal Bone. Selain memiliki latar belakang akademik mumpuni, Andi Sapada dinilai memiliki integritas dan kepemimpinan yang telah teruji, terutama saat dirinya menjabat sebagai Penjabat Sekda menggantikan sementara posisi H. Baba.
Dengan rekam jejak teknokratik, Andi Sapada dianggap mewakili sosok birokrat strategis yang mampu menerjemahkan visi-misi kepala daerah ke dalam kebijakan yang berdampak dan terukur. Ia bisa menjadi katalisator lahirnya reformasi birokrasi yang berorientasi pada pelayanan publik berbasis data dan digitalisasi.
Di sisi lain, nama Harwan Sawaty, pamong senior dan Kepala Dinas Dukcapil, muncul sebagai representasi stabilitas birokrasi. Pengalaman panjangnya di berbagai jabatan eselon II menjadikannya figur birokrat sistemik yang menguasai mekanisme tata kelola pemerintahan dari hulu hingga hilir.
Harwan dikenal low profile, tetapi justru di situlah kekuatannya. Ia mampu menjaga jalannya roda birokrasi tanpa kegaduhan politik atau pencitraan media yang berlebihan.
Dalam konteks manajemen pemerintahan yang menuntut keseimbangan antara birokrasi dan politik, Harwan menawarkan kepemimpinan tenang namun efektif.
Nama lain yang juga mencuri perhatian adalah Muh. Hidjaz Gaffar, Kepala Badan Pendapatan Daerah sekaligus alumni Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN).
Bersambung….
Meski relatif muda, posisinya sebagai nahkoda Bapenda menunjukkan kepercayaan besar yang diberikan kepadanya. Hidjaz merepresentasikan arah baru: regenerasi birokrasi yang adaptif terhadap perubahan zaman.
Dalam konteks daerah yang menuntut peningkatan PAD dan reformasi digital, sosok muda seperti Hidjaz bisa menjadi jembatan antara inovasi dan sistem birokrasi yang kerap kaku. Ia potensial menjadi wajah baru ASN yang progresif dan visioner.
Persaingan memperebutkan posisi Sekda Enrekang tak bisa hanya dibaca dalam perspektif pengisian jabatan. Jabatan Sekda adalah jantung administratif pemerintahan daerah, penghubung utama antara kepala daerah dengan struktur ASN.
Dalam kerangka desentralisasi asimetris seperti Indonesia, Sekda memegang peran strategis sebagai penjaga kesinambungan sistem pemerintahan, motor penggerak kebijakan teknokratis, dan ujung tombak reformasi birokrasi.
Maka, siapapun yang terpilih, harus mampu menjawab tantangan zaman: efisiensi anggaran, transformasi digital, hingga pelayanan publik berbasis meritokrasi.
Tentu masih ada nama-nama lain yang secara administratif dan teknokratis memenuhi syarat. Namun, publik menanti siapa yang akan dipilih bukan hanya karena senioritas atau kedekatan politik, tetapi karena kemampuannya menata ulang mesin birokrasi menjadi lebih dinamis, akuntabel, dan responsif terhadap masyarakat.
Pergantian Sekda adalah babak baru. Siapapun yang terpilih, harus siap menjadi arsitek kebijakan daerah—bukan sekadar administrator. (*)
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan