Lima Kilogram Bawang Putih Jadi Alasan Nenek Ini Dianiaya Tanpa Ampun, Biadab
Boyolali, katasulsel.com – Insiden memilukan itu mengguncang hati kita. Sebuah video beredar luas, memperlihatkan seorang nenek tua yang lemah, dipukuli, diseret, bahkan ditendang.
Wajahnya berlumuran darah. Tubuhnya menggigil, air matanya mengalir. Ia hanya bisa pasrah, tanpa bisa membela diri.
Nenek itu, SA, berusia 67 tahun. Dalam video itu, ia terlihat begitu rentan, tubuhnya hancur oleh amukan massa.
Ia dituduh mencuri lima kilogram bawang putih di Pasar Kebon Agung, Mangunrejo, Boyolali. Tapi apa yang sebenarnya terjadi?
Di saat kebanyakan orang memilih untuk memberikan hukuman, siapa yang peduli pada keadilan?
Cerita itu berawal dari laporan kehilangan bawang putih. Seorang pemilik kios mengadu bahwa dagangannya hilang.
Tak lama, seorang suami pemilik kios melihat nenek yang tampak mencurigakan. Tanpa basa-basi, ia langsung mengejar, menyeret nenek itu menuju pos keamanan pasar.
Namun, apa yang terjadi selanjutnya tidak bisa disebut proses hukum. Itu adalah sebuah kekerasan.
Di pos keamanan, nenek SA bukan mendapatkan perlindungan. Ia malah menjadi sasaran kekerasan. Dipukul, diseret, ditendang tanpa ampun. Tidak ada belas kasihan. Tidak ada ruang untuk pembelaan.
Masyarakat Indonesia kini diguncang bukan hanya oleh tindakan brutal itu, tetapi juga oleh pertanyaan yang muncul di hati setiap orang.
Firman, seorang warga yang melihat video tersebut, berkata dengan nada penuh kecemasan, “Negara ini negara hukum, bukan rimba. Apa sulitnya membawa nenek itu ke pihak berwajib? Kenapa harus dipukuli sampai begitu?”
Begitu juga dengan Susi, yang menambahkan, “Kalau memang dia mencuri, ya bawa ke kelurahan atau polisi. Tapi jangan dihakimi seperti itu, apalagi perempuan tua. Di mana nuraninya?”
Namun di balik semua itu, ada sisi lain yang jarang terlihat. Rini, seorang warga lainnya, bertanya dengan hati pilu, “Apa tak ada satu pun dari mereka yang berpikir, mungkin nenek itu sedang lapar, mungkin butuh uang untuk beli obat, atau bahkan sekadar bertahan hidup?”
Kenyataannya, SA mencuri karena desakan hidup. Ia terlilit utang, kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dalam keputusasaannya, ia mengambil bawang putih itu, berharap bisa menukar dengan sesuap nasi. Tapi ia tak pernah menyangka, keputusasaannya itu berakhir begitu tragis.
Kemiskinan, ketidakadilan, dan kurangnya empati. Kisah ini mengingatkan kita semua tentang luka sosial yang lebih dalam. Nenek SA bukan hanya seorang pencuri, ia adalah gambaran dari ketidakberdayaan seorang ibu tua di tengah dunia yang semakin tak peduli.
Tagar #KeadilanUntukNenekSA kini menggema di media sosial. Ribuan orang menuntut pelaku penganiayaan ditangkap dan dihukum setimpal. Mereka menyerukan agar pemerintah memberikan perlindungan dan bantuan hukum bagi korban.
Ini adalah catatan bagi kita semua. Kisah ini bukan hanya soal hukum, tapi soal kemanusiaan. Apakah kita benar-benar telah kehilangan rasa empati?
Sebuah insiden kecil, namun mengguncang nurani kita semua. Kini, harapan kita tertuju pada pihak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus ini, bukan hanya soal pencurian, tetapi juga soal penganiayaan yang mencoreng nurani bangsa. (edy)