banner 640x200

Gegara Proyek, KOMPAS Ultimatum Bupati Konawe Selatan Tolak Pejabat Bermasalah

Ilsutrasi korupsi

Konsel, katasulsel.com — Di balik jargon pembangunan berkelanjutan, aroma busuk pengelolaan anggaran kembali mencuat di Konawe Selatan.

Proyek perkuatan tebing Sungai Potoro senilai Rp2 miliar yang bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU) melalui BPBD Tahun Anggaran 2024, kini menjadi episentrum baru dugaan korupsi yang mengarah ke jantung birokrasi daerah.

Audit sosial awal dari Koalisi Mahasiswa Pemuda dan Ormas Sultra (KOMPAS) menemukan indikasi kuat adanya penyimpangan volume kerja, pelaksanaan tidak sesuai RAB (Rencana Anggaran Biaya), dan pengabaian terhadap spesifikasi teknis struktural.

Proyek yang sedianya memperkuat area rawan longsor itu justru berpotensi menjadi bom waktu ekologis bagi masyarakat sekitar.

“Kalau proyek bernilai miliaran ini hasilnya seperti bangunan praktik mahasiswa teknik sipil semester awal, itu bukan hanya kelalaian, tapi dugaan tindak pidana anggaran,” tegas Andri Togala, Kepala Divisi Data & Informasi KOMPAS Sultra, Minggu, 11 Mei 2025.

Pantauan di lapangan mengungkap anomali struktural. Beberapa tiang pancang—komponen vital dalam menahan tekanan lateral air sungai—dilaporkan tidak dipasang.

Dalam prinsip dasar teknik sipil, penghilangan elemen struktural utama seperti ini berpotensi melanggar Peraturan Menteri PUPR tentang standar teknis bangunan pelindung sungai.

Dalam kondisi ekstrem saat debit sungai meningkat, struktur yang tak memiliki foundational reinforcement dapat runtuh dan menimbulkan korban.

Yang lebih mengkhawatirkan, KOMPAS mengendus bahwa proyek ini bukan sekadar soal kualitas pekerjaan.

banner 300x600

Temuan investigasi awal menyebut proyek ini diduga adalah “proyek titipan” dari oknum aparat penegak hukum (APH) yang punya hubungan afiliasi dengan penyedia proyek.

Jika terbukti, maka ini adalah simptom korupsi sistemik, di mana aktor penegak hukum justru menjadi beneficiary dari anggaran publik, memutarbalikkan prinsip dasar keadilan.

KOMPAS secara eksplisit meminta Bupati Konsel, Irham Kalenggo, untuk menolak pelantikan pejabat yang terseret dugaan kasus ini, yakni Asrudin dan Iksan Porosi, yang bertindak selaku Pengguna Anggaran (PA) dalam proyek.

“Jika Bupati tetap melantik, itu bukan sekadar pembiaran, tapi legalisasi moral hazard dalam birokrasi. Maka, patut dicurigai ada mekanisme clientelism politik atau quid pro quo di baliknya,” kata Andri dengan nada tinggi.

KOMPAS bahkan mempertanyakan integritas BPK RI Perwakilan Sultra jika hasil auditnya nanti tidak menemukan pelanggaran.

Pasalnya, konstruksi yang tampak amburadul menjadi indikator visual yang jelas—apa yang disebut dalam ilmu forensik teknik sebagai visual distress—menunjukkan adanya potensi pelanggaran serius.

Menutup pernyataannya, Andri mengingatkan bahwa negara tak boleh tunduk pada praktik rente anggaran yang dikemas dalam proyek pembangunan. Ia mendesak aparat hukum bertindak, bukan hanya bicara.

“Jika hukum masih tumpul ke atas dan tajam ke bawah, maka publik berhak menyimpulkan bahwa supremasi hukum hanya ilusi.” (asman ode)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup
banner 1920x480