WNA Tiongkok Tertangkap Karena Jualan Batu Giok Tanpa Izin di Kendari
Kendari, katasulsel.com – Suasana pagi di kawasan Pasar Korem, Kendari, tampak seperti biasa: hiruk-pikuk pedagang, suara tawar-menawar, dan lalu lalang warga lokal yang berbelanja kebutuhan harian.
Namun di balik rutinitas itu, dua pria berwajah asing menarik perhatian sejumlah pedagang. Bahasa yang tak dikenal, gerak-gerik yang tak lazim, dan transaksi giok yang berlangsung diam-diam—semuanya membentuk sebuah teka-teki.
Kecurigaan warga tak berhenti pada bisik-bisik. Laporan masyarakat segera masuk ke meja Seksi Intelijen dan Penindakan Keimigrasian (Inteldakim) Kantor Imigrasi Kelas I TPI Kendari. Dalam waktu singkat, sebuah operasi senyap digelar. Tidak ada sirine. Tidak ada pengeras suara. Hanya petugas berpakaian sipil yang menyusup dan mengamati dari jarak dekat.
“Kami langsung bergerak karena informasi masyarakat sangat spesifik dan terverifikasi lapangan,” ungkap Kepala Imigrasi Kendari, Muhammad Novrian Jaya, kepada Katasulsel.
Saat operasi dilakukan, kedua Warga Negara Asing (WNA) asal Tiongkok itu sedang melayani pembeli di sebuah lapak kecil yang nyaris tak menonjol. Puluhan bongkahan batu giok tersusun rapi dalam kotak kaca. Tak ada papan nama usaha, tak ada informasi resmi.
Petugas mendekat, menyapa, lalu meminta dokumen. Sesaat kemudian, suasana berubah. Kedua WNA tersebut gagal menunjukkan dokumen keimigrasian yang sah. Tak ada paspor. Tak ada izin tinggal yang berlaku. Hanya tatapan kosong dan kata-kata terbata dalam bahasa Mandarin.
Tanpa banyak perdebatan, mereka digelandang ke Kantor Imigrasi Kendari untuk pemeriksaan intensif.
Hasil pemeriksaan awal mengungkap fakta menarik: kedua WNA tersebut hanya mengantongi izin tinggal kunjungan, bukan izin untuk bekerja, apalagi berdagang. Namun dalam dua hari terakhir, keduanya aktif melakukan aktivitas jual beli batu giok—sebuah pelanggaran terang-terangan terhadap Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

“Pelanggaran mereka masuk kategori berat. Ini bukan soal izin yang kedaluwarsa, melainkan penyalahgunaan izin tinggal untuk kegiatan komersial tanpa dasar hukum,” tegas Muhammad Novrian Jaya.
Berdasarkan Pasal 75 UU Keimigrasian, Imigrasi Kendari menjatuhkan sanksi administratif: deportasi serta pencekalan ke Indonesia untuk waktu yang ditentukan.
Proses pemulangan akan dilakukan melalui Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Jakarta, dengan pengawalan ketat.
Namun bagi pihak Imigrasi, kasus ini bukan sekadar tindakan represif. Ia menjadi alarm keras bagi pengawasan keimigrasian, terutama di wilayah-wilayah pasar dan jalur ekonomi rakyat yang selama ini luput dari radar kontrol formal.
Kasus ini juga membuka tabir lain: pentingnya kewaspadaan publik. Tanpa laporan awal dari warga pasar, keberadaan dua WNA ini mungkin tidak pernah terdeteksi. Imigrasi pun menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya atas partisipasi masyarakat.
“Ini bukti nyata bahwa kolaborasi antara masyarakat dan aparat sangat penting. Kami imbau agar siapa pun yang menemukan aktivitas mencurigakan oleh WNA, segera melapor,” ujar Novrian.(*)
Reporter: Mansyur