banner 640x200

Kejahatan Sasar Gereja di Toraja Utara dan Tana Toraja Umat Tersentak

Peristiwa ini mengundang keprihatinan mendalam dari masyarakat. Tidak hanya karena nilai ekonomi barang yang hilang, namun juga karena simbol sakral yang diciderai. Rumah ibadah adalah sacred space — ruang suci yang secara teologis dianggap berada di luar jangkauan perilaku kriminal.

Ketika ruang tersebut dilanggar, kita tidak hanya menyaksikan pencurian dalam arti yuridis, tetapi juga profanisasi — yakni pergeseran fungsi sakral menjadi objek pelanggaran nilai. Ini bukan sekadar pembobolan, tetapi juga pembatalan secara diam-diam terhadap apa yang dianggap tak tersentuh.

Menurut Tambing Timang, pengurus Stasi Tondok Batu, pelaku masuk melalui jendela yang dicungkil secara paksa. “Masuk lewat jendela, dia cungkil itu jendela,” ungkapnya.
Laporan segera diajukan ke Polres Toraja Utara dan polisi telah melakukan olah tempat kejadian perkara untuk menelusuri jejak pelaku. Sementara itu, Polres Tana Toraja juga telah melakukan penyelidikan intensif atas kasus di Makale. Kasat Reskrim, Iptu Arlin Allolayuk, membenarkan bahwa aparat sudah bergerak cepat untuk menelusuri pelaku.

Fenomena ini tak bisa dilepaskan dari krisis nilai yang lebih luas. Dalam teori moral disengagement yang dikemukakan oleh Albert Bandura, pelaku kejahatan seringkali menanggalkan norma dan nilai moral untuk membenarkan perilaku menyimpang. Dalam kasus ini, pelaku tidak hanya mengambil barang, tetapi juga menyerang simbol spiritual dan rasa aman kolektif masyarakat.

Aksi pencurian ini juga menunjukkan adanya celah pada sistem keamanan rumah ibadah, yang selama ini lebih mengandalkan kepercayaan dan keterbukaan, bukan proteksi material.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup
banner 1920x480