Parepare

Listrik dan Bahan Bakar Rumah Tangga Picu Tekanan Inflasi Tertinggi di Parepare

Parepare, Katasulsel.com— Laju inflasi sektor energi rumah tangga di Kota Parepare menunjukkan tren penurunan pada April 2025. Berdasarkan laporan resmi Badan Pusat Statistik (BPS), pengeluaran rumah tangga untuk listrik dan bahan bakar tercatat mengalami inflasi sebesar 17,63% (month to month/mtm), melandai dibanding bulan sebelumnya yang mencapai 29,93%.

Meski demikian, subkelompok energi rumah tangga, yang dalam klasifikasi nomenklatur IHK tercakup dalam kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga, masih menjadi penyumbang tertinggi terhadap inflasi kota dengan kontribusi sebesar 7,77%. Angka ini menempatkan sektor tersebut di posisi paling dominan di antara sembilan kelompok pengeluaran yang diukur.

Secara nominal, indeks harga konsumen (IHK) kelompok ini mengalami lonjakan dari 85,91 pada Maret menjadi 101,06 pada April 2025. Kenaikan tersebut mencerminkan dinamika harga input energi domestik yang tidak hanya dipengaruhi oleh faktor musiman, tetapi juga volatilitas pasokan dan distribusi komoditas energi di tingkat regional.

Jika dilihat dalam kerangka year-on-year (yoy), sektor perumahan dan energi rumah tangga mencatat inflasi sebesar 0,32%, sementara secara year-to-date (ytd), sejak awal tahun 2025, akumulasi pertumbuhan pengeluaran sektor ini telah mencapai 33,47%—sebuah angka yang menandakan tekanan inflasi struktural pada konsumsi energi domestik.

Secara rinci, BPS mencatat komponen dalam kelompok ini sebagai berikut:

Listrik dan bahan bakar rumah tangga: 17,63%

Perumahan, air, listrik dan bahan bakar rumah tangga (agregat): 7,77%

Pemeliharaan, perbaikan dan keamanan rumah: 0,74%

Dalam konteks spasial, jika dibandingkan dengan 145 kabupaten/kota lainnya di Indonesia, Parepare menempati peringkat ke-67 untuk inflasi di sektor ini. Inflasi tertinggi tercatat di suatu daerah dengan angka 17,94% dan IHK sebesar 101,81, sedangkan yang terendah berada di Kabupaten Gunung Kidul dengan 30,32%, meskipun secara nilai IHK tercatat tinggi di angka 101,75—sebuah anomali statistik yang dapat menunjukkan pengaruh basis data sebelumnya (base effect).

Tekanan inflasi di sektor energi domestik seperti ini umumnya terkait dengan elastisitas permintaan terhadap harga energi, ditambah dengan kondisi pasokan yang tidak sepenuhnya elastis di wilayah timur Indonesia. Ketergantungan pada jaringan distribusi antarpulau dan fluktuasi tarif dasar listrik nasional menjadi faktor krusial yang berkontribusi terhadap dinamika harga di Parepare.

Kondisi ini menegaskan bahwa perumusan kebijakan pengendalian inflasi, khususnya pada komoditas energi, tidak hanya menuntut pendekatan administratif, melainkan juga memerlukan intervensi berbasis data dan prediksi (forecasting) terhadap consumer behavior dan cost-push inflation yang bersifat sektoral.

Dengan tren yang masih cukup fluktuatif, penguatan sinergi antara pemerintah daerah, PLN, serta lembaga pengendali harga seperti Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) menjadi krusial untuk menjaga stabilitas harga dan daya beli masyarakat, terutama dalam menghadapi periode konsumsi tinggi seperti musim kemarau dan Iduladha mendatang.(*)

Editor: Edy Basri l Reporter : Harianto

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup
Exit mobile version