Sidrap

Lucu di Kopdes Passeno Sidrap, Dua Anak Pejabat Desa Duduki Kursi Pengurus

Sidrap, katasulsel.com — Ketika pemerintah pusat menggagas koperasi desa sebagai motor ekonomi rakyat, Desa Passeno di Kecamatan Baranti, Sidrap, malah bikin gebrakan lain: dua anak aparat desa nongol sebagai pengurus inti. Publik pun bertanya-tanya, ini program pemberdayaan masyarakat atau pemberdayaan silsilah?

Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih yang baru saja dibentuk itu jadi bahan perbincangan serius di warung kopi hingga grup WhatsApp warga. Pasalnya, dari enam pengurus yang diumumkan, dua diketahui punya hubungan darah langsung dengan perangkat desa.

“Musyawarahnya di mana? Kami yang warga biasa kok baru tahu setelah namanya keluar,” ujar salah satu warga, setengah geli, setengah geram. “Kalau begini terus, yang cocok bukan koperasi desa, tapi koperasi keluarga.”

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Desa, Perempuan dan Perlindungan Anak (Pemdes dan PPA) Sidrap, Abbas Aras, tidak tinggal diam. Ia menegaskan, jika pembentukan pengurus melanggar regulasi, pemerintah desa harus membubarkan dan menyusun ulang struktur pengurus.

“Ini program strategis dari pusat, harusnya dilaksanakan sesuai aturan. Bukan ajang menunjuk siapa yang paling dekat ke ruang tamu balai desa,” sindir Abbas, Rabu (14/5/2025).

Dinas Koperasi dan UMKM Sidrap juga ikut bersuara. Kepala dinasnya, Rohadi, menyebut bahwa pembentukan koperasi sudah diatur dalam Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Kementerian Koperasi Nomor 1 Tahun 2025. Kuncinya satu: musyawarah desa yang inklusif, bukan eksklusif.

“Kami hanya mendampingi. Kalau isinya cuma orang dalam, itu ranah desa untuk dievaluasi,” katanya diplomatis.

Namun, Kepala Desa Passeno, Andi Yusuf, punya pandangan lain. Ia membantah keras tudingan nepotisme. Menurutnya, semua proses sudah berjalan sesuai mekanisme yang diatur, dan sudah melibatkan pihak dinas koperasi.

“Sudah ada daftar hadirnya. Kami terbuka kok,” ujarnya, tanpa menyebut berapa warga biasa yang hadir dalam musyawarah tersebut.

Warga sendiri mengaku tak merasa diajak atau diundang secara luas. Beberapa menyebut undangan hanya menyasar orang-orang tertentu. Sisanya? Ya, cukup melihat pengumuman di papan desa.

Kini, polemik ini menjadi refleksi penting tentang bagaimana program rakyat bisa dibajak oleh kepentingan sempit. Jika benar terjadi pelanggaran, masyarakat berharap pemerintah desa bersikap adil: benahi, bukan malah membungkam kritik.

Karena koperasi itu semangatnya gotong-royong, bukan gotong saudara. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup
Exit mobile version