Di Balik Gubuk Reyot Wa Ali di Sidrap
โLagi di Makassar, Pak. Kami juga tidak tahu kapan kembali,โ kata staf desa, Selasa, 20 Mei 2025.
Seorang warga yang enggan disebut namanya mengaku, kepala desa memang jarang di kantor.
Wa Ali tidak menuntut banyak. Ia tidak ingin rumah mewah. Ia hanya ingin tempat yang lebih layak untuk tinggal. Tempat yang tidak khawatir roboh jika hujan atau angin kencang datang malam-malam.
Ia hanya ingin bisa tidur nyenyak di sisa usianya. Bukan di kasur tipis di atas papan lapuk. Bukan dalam gelap yang hanya diterangi lampu minyak kecil. Dan bukan dalam ruang sempit tanpa harapan.
โKalau bisa, saya mau rumah yang cukup untuk istirahat. Tidak usah bagus. Asal tidak roboh saja,โ katanya, pelan. Tapi nadanya seperti menahan harap.
Ketika sore datang, angin kembali masuk melalui celah dinding. Sejuk. Tapi juga menyakitkan. Karena di balik angin yang menyejukkan itu, ada kenyataan pahit: rumah itu masih berdiri. Tapi sampai kapan?