HEADLINE

Bukannya Jadi Bupati Barru, Annar Malah Menanti Pasal Berlapis dari Jaksa di Gowa

Diduga Otak Proyek Uang Palsu Gegerkan Sulawesi Selatan

Gowa, Katasulselcom — Sebuah drama hukum yang mencengangkan terkuak di Pengadilan Negeri Gowa, Rabu (21/5/2025).

Annar Salahuddin Sampetoding, pria 63 tahun yang dikenal di lingkar politik Sulawesi Selatan, duduk di kursi pesakitan dalam sidang perdana perkara dugaan produksi dan peredaran uang rupiah palsu.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Gowa membuka sidang dengan membacakan dakwaan yang mengungkap kisah rumit dan sistematis yang menyeret nama Annar.

Mantan figur politik itu didakwa menjadi dalang intelektual dalam proses produksi uang palsu yang diduga telah dirancang secara bertahap sejak tahun 2022.

Menurut JPU, Annar tak bekerja sendiri. Ia menunjuk Muhammad Syahruna sebagai “operator teknis” untuk mempelajari dan merakit skema produksi mata uang palsu. Perintah pertama: kuasai cara membuat uang.

Perintah berikutnya: siapkan alat dan bahan. Dana Rp287 juta ditransfer bertahap ke rekening Syahruna — nominal yang tidak kecil untuk sebuah eksperimen kriminal yang kemudian berujung dakwaan pidana berat.

Fakta persidangan menyebutkan, semua alat itu kemudian disimpan dan digunakan di kediaman Annar di Jalan Sunu 3, Makassar.

Pada awal 2024, mesin cetak itu bahkan sempat digunakan — bukan untuk mencetak uang, melainkan poster kampanye Annar yang diduga akan maju sebagai calon gubernur Sulsel.

Namun, pergeseran niat tampaknya terjadi di pertengahan 2024. Dari lembar kampanye ke lembar merah palsu. Mulai Juli, Syahruna mencetak pecahan Rp100 ribu. Hasilnya belum sempurna — tetapi cukup untuk membunyikan alarm hukum.

Menariknya, proses produksi sempat dihentikan dan alat-alatnya hampir dimusnahkan. Namun, sebelum rencana itu terlaksana, muncul tokoh baru dalam skema: Andi Ibrahim.
Saksi yang disebut-sebut ingin mencari dana untuk pencalonannya sebagai Bupati Barru. Ia bertemu Annar, lalu dipertemukan dengan Syahruna. Lokasi produksi pun dipindahkan — lebih tersembunyi, lebih tak terduga — ke gedung perpustakaan UIN Alauddin Makassar.

Kejaksaan menyatakan, perbuatan terdakwa melanggar Pasal 37 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Ancaman hukuman tak main-main: penjara maksimal 15 tahun dan denda hingga Rp50 miliar. Dakwaan subsidiar dan lebih subsidiar juga disiapkan untuk mengantisipasi dinamika pembuktian di persidangan.

“Sidang akan dilanjutkan Rabu, 28 Mei 2025, dengan agenda pembacaan nota keberatan dari penasihat hukum terdakwa,” ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Soetarmi.

Kasus ini menandai babak baru dalam potret gelap kontestasi politik dan penyalahgunaan teknologi cetak di tangan pihak yang salah.

Dari ambisi kekuasaan, uang, hingga pelanggaran serius terhadap sistem moneter negara, sidang Annar Sampetoding bukan sekadar perkara pidana — tapi juga sinyal bahwa hukum harus lebih cepat dari trik.(*)

Editor: Edy Basri I Reporter: Kasman

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup
Exit mobile version