HEADLINE

Tak Tahan, Wanita Terjerat Rentenir di Sidrap Tempuh Jalur Hukum

Bukti laporan Risna

Sidrap, Katasulsel.com — Ia datang dengan langkah mantap. Meski matanya tampak lelah. Tapi sorotnya jelas: ini bukan sekadar laporan polisi. Ini perlawanan.

Risnatiawaty, 25 tahun. Seorang perempuan muda dari Sidrap, Sulawesi Selatan. Jumat pagi (23 Mei 2025), ia resmi melaporkan Hj. Ida (50) ke Polres Sidrap. Nomor laporannya: STPL/310/V/2025/SPKT.

Apa yang dilaporkan? Bukan pencurian. Bukan penganiayaan. Tapi jeratan utang. Rentenir.

Ceritanya dimulai tahun lalu. Mei 2024. Risna—begitu ia disapa—terdesak kebutuhan. Ia ambil pinjaman. Sepuluh juta rupiah. Tapi yang masuk ke tangannya cuma delapan juta. Dipotong ini-itu.

“Awalnya gampang. Nggak pakai agunan, cepat cair. Tapi makin ke sini, saya seperti dikurung,” kata Risna.

Kurungan itu bernama bunga. Tidak wajar. Tidak berperikemanusiaan. Setahun berlalu, ia ditagih Rp131 juta.

“Padahal pokoknya sudah lunas. Tapi bunganya terus berjalan. Kayak nggak ada habisnya,” suaranya parau, tapi tegas kepada media, Jumat, 23 Mei 2025.

Modus semacam ini sudah lama beredar. Terutama di kampung-kampung, pasar-pasar, dan pelosok desa. Rentenir datang bawa janji manis. Tanpa agunan. Administrasi ringan. Proses kilat.

Tapi di balik kemudahan itu, ada perangkap. Begitu korban masuk, sulit keluar. Bunganya mencekik. Cara menagihnya pun bikin stres.

“Sering ada teror. Telepon, datangi rumah, bikin malu,” bisik Risna.

Dan sayangnya, korban tak sedikit. Banyak warga kecil yang tak tahu harus lapor ke mana. Atau bahkan merasa, ini sudah biasa.

Praktik seperti ini jelas ilegal. Tidak berizin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Tidak terdaftar. Tidak diawasi.

Padahal, menurut UU Nomor 10 Tahun 1998, segala aktivitas lembaga keuangan harus di bawah pengawasan resmi. Tapi, banyak rentenir jalan terus. Seolah kebal.

Langkah Risna mungkin kecil. Tapi dampaknya bisa besar. Ia melaporkan, bukan cuma untuk dirinya. Tapi untuk mereka yang belum berani bersuara.

“Kami bukan penjahat. Kami cuma rakyat kecil yang ingin hidup tenang,” ujarnya.

Masyarakat pun mulai bersuara. Mendesak aparat bertindak. Menuntut pemerintah hadir. Edukasi keuangan jadi kebutuhan. Perlindungan hukum jadi tuntutan.

Ini soal keadilan. Soal keberanian untuk mengatakan cukup. Bahwa praktik rentenir yang menindas tak bisa lagi dibiarkan.

Risna tahu, perjalanannya belum selesai. Tapi ia sudah memulai. Dan itu yang penting.

Di balik angka dan bunga, ada cerita tentang keberanian. Tentang seorang perempuan muda yang melawan sistem yang selama ini membungkam. Risna mungkin yang pertama. Tapi semoga bukan yang terakhir. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup
Exit mobile version