Densus 88 Tangkap Remaja Gowa-Sulsel Sebagai Agen Propaganda ISIS
Gowa, Katasulsel.com – Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri kembali melakukan tindakan preventif dengan menangkap seorang remaja berinisial MAS (18), warga Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, pada Sabtu (24/5/2025).
Penangkapan ini menjadi indikasi nyata maraknya fenomena radikalisasi yang mengandalkan media digital sebagai sarana rekrutmen dan propaganda kelompok teroris, khususnya ISIS.
Menurut AKBP Mayndra Eka Wardhana, Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Densus 88, MAS aktif mengelola grup WhatsApp bernama Daulah Islamiah sejak Desember 2024.
Dalam grup ini, ia diduga menyebarkan narrative framing yang memuat justifikasi kekerasan ideologis, termasuk pembenaran penggunaan bom bunuh diri sebagai bagian dari konsep jihad. Ini adalah contoh konkret digital radicalization pathways yang memanfaatkan cryptic communication channels dalam aplikasi pesan instan.
Penangkapan MAS dilakukan di depan SMP Kelurahan Samata, Kecamatan Somba Opu, saat yang bersangkutan sedang melakukan aktivitas keseharian membeli air galon menggunakan sepeda motor. Taktik ini memperlihatkan modus operandi yang disengaja untuk mengelabuhi pengawasan aparat, mengindikasikan kesadaran pelaku terhadap operational security (OPSEC).
Barang bukti yang disita berupa satu unit sepeda motor Honda Blade dan satu unit ponsel, perangkat kunci dalam aktivitas propaganda dissemination dan komunikasi jaringan. Ponsel tersebut akan dianalisis menggunakan teknik digital forensics untuk mengungkap pola komunikasi, jejaring sosial, dan potensi hubungan dengan kelompok teror yang lebih besar.
Penangkapan MAS menyoroti pentingnya pemahaman atas radicalization mechanisms dalam ranah siber, di mana penyebaran ideologi ekstremis tidak lagi bergantung pada tatap muka, melainkan melalui algorithmic amplification di platform media sosial dan aplikasi pesan.
Fenomena ini menuntut strategi kontra-radikalisasi yang mengintegrasikan pendekatan multidisipliner, mulai dari pemetaan jejaring sosial (social network analysis), pencegahan konten ekstremis (content moderation), hingga pendekatan psikososial bagi kelompok rentan.
Densus 88 saat ini masih melakukan interogasi dan pengembangan penyidikan, termasuk menelisik kemungkinan adanya keterkaitan MAS dengan jaringan yang lebih luas. Hal ini menggarisbawahi dinamika terrorist network analysis yang semakin kompleks, terutama dengan infiltrasi ideologi melalui kanal digital yang sulit dipantau.
Kasus ini juga membuka diskursus tentang urgensi pendidikan literasi digital dan deradikalisasi berbasis komunitas, sebagai langkah preventif menghadapi penyebaran cyber-terrorism yang semakin masif dan sistemik.(*)
Editor : Edy Basri
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan