Panas, Purmadi Muin Vs Darwis Pantong Berebut Ketua PWI Sidrap

Sidrap, katasulsel.com — Sabtu, 31 Mei 2025. Ballroom Al-Gony, Hotel Grand Sidny akan berubah jadi “laboratorium demokrasi”.

Di ruangan sejuk ber-AC itu, 12 neuron jurnalis Sidrap akan saling berpacu, menghantar impuls pilihan mereka.

Bukan untuk headline. Tapi untuk menentukan pemimpin organisasi. Untuk Ketua PWI Sidrap, periode 2025-2028.

Dua figur sentral: Purmadi Muin, sang Ketua Demisioner. Dan Darwis Pantong, sang pembina PWI kawakan.

Yang satu, berlatar pemimpin. Yang satu, berpijak di kredibilitas senioritas.
Yang satu, simbol kontinuitas. Yang satu, representasi perubahan.

Mereka berdua bukan lagi sekadar nama. Tapi variabel utama dalam persamaan kompleks bernama “Konferkab”.

Kalau ini eksperimen, maka Darwis dan Purmadi adalah dua reagen utama.

Masing-masing punya massa kritis. Punya gravitasi. Dan siap menggerakkan simpul-simpul elektoral 12 anggota biasa yang punya hak suara.

banner 300x600

Dari Marno Pawessai yang dikenal vokal, hingga Hasmaruddin yang tenang tapi cermat. Dari Syafruddin Wela yang detail, hingga Arief Aripin yang jeli membaca celah.

Ini bukan cuma soal siapa yang paling banyak kawan. Tapi siapa yang paling kuat daya resonansinya. Siapa yang mampu menciptakan echo chamber yang tak hanya menggema, tapi juga meyakinkan.

Ketua Panitia, Ridwan Wahid, memainkan peran vital. Seperti regulator dalam sistem biologis, ia menjaga homeostasis konferkab.

Jangan sampai suhu memanas hingga titik didih. Jangan pula terlalu adem sampai semua dingin-dingin saja.

Ridwan tahu, Konferkab kali ini berbeda. Lebih kompetitif. Lebih tajam.

“Kita ingin sidang yang substantif, berkelas, dan menghormati marwah jurnalisme. Kita ingin Ketua yang tak hanya bisa bikin berita, tapi juga bisa mengelola organisasi,” ujar Ridwan dalam briefing panitia.

12 pemilih, artinya satu suara setara dengan 8,33%. Dalam ilmu politik, ini disebut sistem mikro-elektoral. Kecil. Tapi krusial. Margin error nyaris nol. Semua gerakan terekam. Semua manuver terasa.

Purmadi dikenal taktis. Ia mengandalkan rekam jejak. Ia percaya, sejarah adalah referensi terbaik.

Darwis? Lebih cair. Berbasis pendekatan emosional. Ia tak hanya bicara program. Tapi juga membangun narasi.

Seperti magnet dan besi. Keduanya saling tarik. Tapi hanya satu yang akan menempel di papan ketua.

PWI Sidrap bukan sekadar kumpulan wartawan. Ini ekosistem komunikasi. Tempat narasi lokal diproses, disaring, dan didistribusi. Dan di tengah perubahan teknologi informasi, dibutuhkan figur yang bisa menjembatani antara idealisme dan realitas.

Apakah Purmadi yang akan lanjutkan estafet?
Ataukah Darwis yang akan tampil sebagai antitesis?

Sabtu nanti, jawabannya bukan di paragraf ini. Tapi di bilik suara, di tangan 12 orang yang sudah paham: ini bukan cuma memilih ketua. Ini soal menentukan arah.(*)

Editor: Edy Basri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup