Bareng Ardi Doma, Bersih-bersih Puing Kebakaran di Soppeng
Soppeng — Puing-puing itu masih hangat ketika Ardi Doma tiba di Marioriwawo. Bau asap belum sepenuhnya hilang, tapi suara derap langkahnya sudah mengisi ruang kosong bekas tiga rumah panggung yang hangus.
Dia bukan sekadar datang. Dia hadir. Turun ke tengah puing. Bersama warga, menyapu sisa kebakaran yang merenggut atap, dinding, dan kenangan.
Ardi Doma. Anggota DPRD Kabupaten Soppeng. Bukan anggota dewan yang sekadar duduk di kursi dan mencatat agenda. Tapi yang merasakan denyut nadi rakyatnya, yang tahu bahwa tugasnya lebih dari seremonial.
Jumat dini hari lalu, sekira pukul 02.00 WITA. Api mengamuk. Menghanguskan rumah Sakman, Kamaria, Supriadi. Mereka kehilangan tempat berteduh, tempat menyimpan cerita hidup yang kini tinggal debu.
Bagi Ardi, ini bukan statistik. Bukan angka di laporan. Ini wajah-wajah yang dia kenal. Saudara-saudaranya sendiri.
Ia datang dengan tangan kosong. Tidak ada amplop berisi bantuan, tidak ada janji manis. Hanya tenaga dan kehadiran nyata.
“Kami tak punya banyak harta. Tapi kami punya kepedulian,” katanya dengan suara pelan tapi tegas.
Warga di Marioriwawo sudah lama mengenal sosoknya. Sejak sebelum dia terpilih, Ardi sudah menjadi bagian dari mereka. Dari gotong royong kecil sampai musibah besar, ia tak pernah absen.
“Dia bukan tipe pejabat yang duduk di balik meja. Dia ada di lapangan, bersama kami,” kata seorang tetangga yang tak mau disebut nama.
Dalam dunia politik yang sering dianggap jauh dari rakyat, Ardi adalah oase. Sosok yang meruntuhkan sekat antara wakil dan yang diwakilinya.
Kebakaran adalah luka. Tapi kehadiran Ardi adalah obat. Obat yang tidak instan, tapi menguatkan.
Dia tahu, rumah yang hilang bisa dibangun lagi. Tapi kepercayaan, kepedulian, dan kehadiran — itu jauh lebih sulit dipulihkan.
Di tengah reruntuhan itu, ia mengajak warga bangkit. Mengingatkan bahwa musibah hanyalah bagian perjalanan hidup.
“Kita harus saling jaga, saling bantu,” ujarnya.
Di sinilah politik menemukan makna hakiki. Bukan hanya janji di atas kertas, tapi sentuhan tangan yang ikut membersihkan puing, pelukan yang menguatkan hati.
Ardi Doma membuktikan: wakil rakyat sejati adalah mereka yang hadir bukan hanya saat suara dibutuhkan, tapi saat air mata mengalir.
Sidrap dan Soppeng boleh jadi punya banyak cerita. Tapi cerita Ardi dan Marioriwawo ini, akan tetap hidup. Dalam setiap puing yang disapu, dalam setiap senyum yang kembali tumbuh.
Musibah bukan akhir. Hanya babak baru. Dan di situ, ada Ardi Doma — bersama rakyatnya, berjalan tanpa lelah. (wis)
📢 Ikuti Katasulsel.com di WhatsApp!
Dapatkan berita terpercaya dan update setiap hari langsung di ponsel Anda.
👉 Klik di sini & tekan Ikuti
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan